MENGENAL PUTRA DAN PUTRI RASULULLAH


Pembicaraan tentang putra dan putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk pembicaraan yang jarang diangkat. Tidak heran, sebagian umat Islam tidak mengetahui berapa jumlah putra dan putri beliau atau siapa saja nama anak-anaknya.
Enam dari tujuh anak Rasulullah terlahir dari ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha. Rasulullah memuji Khadijah dengan sabdanya,
قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ
“Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR Ahmad no.24864)
Saat beliau mengucapkan kalimat ini, beliau belum menikah dengan Maria al-Qibtiyah.
Anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Rasulullah memiliki tiga orang putra; yang pertama Qasim, namanya menjadi kunyah Rasulullah (Abul Qashim). Qashim dilahirkan sebelum kenabian dan wafat saat berusia 2 tahun. Yang kedua Abdullah, disebut juga ath-Thayyib atau ath-Tahir karena lahir setelah kenabian. Putra yang ketiga adalah Ibrahim, dilahirkan di Madinah tahun 8 H dan wafat saat berusia 17 atau 18 bulan.
Adapun putrinya berjumlah 4 orang; Zainab yang menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi’, keponakan Rasulullah dari jalur Khadijah, kemudian Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, lalu Ruqayyah dan Ummu Qultsum menikah dengan Utsman bin Affan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Putri-putri Rasulullah
Para ulama sepakat bahwa jumlah putri Rasulullah ada 4 orang, semuanya terlahir dari rahim ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha.
Pertama, putri pertama Rasulullah adalah Zainab binti Rasulullah.
Zainab radhiallahu ‘anha menikah dengan anak bibinya, Halah binti Khuwailid, yang bernama Abu al-Ash bin al-Rabi’. Pernikahan ini berlangsung sebelum sang ayah diangkat menjadi rasul. Zainab dan ketiga saudarinya masuk Islam sebagaimana ibunya Khadijah menerima Islam, akan tetapi sang suami, Abu al-Ash, tetap dalam agama jahiliyah. Hal ini menyebabkan Zainab tidak ikut hijrah ke Madinah bersama ayah dan saudari-saudarinya, karena ikatannya dengan sang suami.
Beberapa lama kemudian, barulah Zainab hijrah dari Mekah ke Madinah menyelamatkan agamanya dan berjumpa dengan sang ayah tercinta, lalu menyusullah suaminya, Abu al-Ash. Abu al-Ash pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama mertua dan istrinya. Keluarga kecil yang bahagia ini pun bersatu kembali dalam Islam dan iman. Tidak lama kebahagiaan tersebut berlangsung, pada tahun 8 H, Zainab wafat meninggalkan Abu al-Ash dan putri mereka Umamah.
Setelah itu, terkadang Umamah diasuh oleh kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadis disebutkan beliau menggendong cucunya, Umamah, ketika shalat, apabila beliau sujud, beliau meletakkan Umamah dari gendongannya.
Kedua, Ruqayyah binti Rasulullah.
Ruqayyah radhiallahu ‘anha dinikahkan oleh Rasulullah dengan sahabat yang mulia Utsman bin Affanradhiallahu ‘anhu. Keduanya turut serta berhijrah ke Habasyah ketika musyrikin Mekah sudah sangat keterlaluan dalam menyiksa dan menyakiti orang-orang yang beriman. Di Habasyah, pasangan yang mulia ini dianugerahi seorang putra yang dinamai Abdullah.
Ruqayyah dan Utsman juga turut serta dalam hijrah yang kedua dari Mekah menuju Madinah. Ketika tinggal di Madinah mereka dihadapkan dengan ujian wafatnya putra tunggal mereka yang sudah berusia 6 tahun.
Tidak lama kemudian, Ruqoyyah juga menderita sakit demam yang tinggi. Utsman bin Affan setia merawat istrinya dan senantiasa mengawasi keadaannya. Saat itu bersamaan dengan terjadinya Perang Badar, atas permintaan Rasulullah untuk mejaga putrinya, Utsman pun tidak bisa turut serta dalam perang ini. Wafatlah ruqayyah  bersamaan dengan kedatangan Zaid bin Haritsah yang mengabarkan kemenangan umat Islam di Badar.
Ketiga, Ummu Kultsum binti Rasulullah.
Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsumradhiallahu ‘anha. Oleh karena itulah Utsman dijuluki dzu nurain (pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya.
Utsman dan Ummu Kultsum bersama-sama membangun rumah tangga hingga wafatnya Ummu Kultsum pada bulan Sya’ban tahun 9 H. Keduanya tidak dianugerahi putra ataupun putri. Ummu Kultsum dimakamkan bersebelahan dengan saudarinya Ruqayyah radhiallahu ‘anhuma.
Keempat, Fatimah binti Rasulullah.
Fatimah radhiallahu ‘anha adalah putri bungsu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia dilahirkan lima tahun sebelum kenabian. Pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah menikahkannya dengan Ali bin Abi Thalibradhiallahu ‘anhu. Pasangan ini dikaruniai putra pertama pada tahun ketiga hijriyah, dan anak tersebut dinamai Hasan. Kemudian anak kedua lahir pada bulan Rajab satu tahun berikutnya, dan dinamai Husein. Anak ketiga mereka, Zainab, dilahirkan pada tahun keempat hijriyah dan dua tahun berselang lahirlah putri mereka Ummu Kultsum.
Fatimah adalah anak yang paling mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gaya bicara dan gaya berjalannya. Apabila Fatimah datang ke rumah sang ayah, ayahnya selalu menyambutnya dengan menciumnya dan duduk bersamanya. Kecintaan Rasulullah terhadap Fatimah tergambar dalam sabdanya,
فاطمة بضعة منى -جزء مِني- فمن أغضبها أغضبني” رواه البخاري
“Fatimah adalah bagian dariku. Barangsiapa membuatnya marah, maka dia juga telah membuatku marah.” (HR. Bukhari)
Beliau juga bersabda,
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد، وفاطمة بنت محمد، ومريم بنت عمران، وآسية بنت مُزاحمٍ امرأة فرعون” رواه الإمام أحمد
“Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, Asiah bin Muzahim, istri Firaun.” (HR. Ahmad).
Satu-satunya anak Rasulullah yang hidup saat beliau wafat adalah Fatimah, kemudian ia pula keluarga Rasulullah yang pertama yang menyusul beliau. Fatimah radhiallahu ‘anha wafat enam bulan setelah sang ayah tercinta wafat meninggalkan dunia. Ia wafat pada 2 Ramadhan tahun 11 H, dan dimakamkan di Baqi’.
Putra-putra Rasulullah
Pertama, al-Qashim bin Rasulullah. Rasulullah berkunyah dengan namanya, beliau disebut Abu al-Qashim (bapaknya Qashim). Qashim lahir sebelum masa kenabian dan wafat saat usia dua tahun.
Kedua, Abdullah bin Rasulullah. Abdullah dinamai juga dengan ath-Thayyib atau ath-Thahir. Ia dilahirkan pada masa kenabian.
Ketiga, Ibrahim bin Rasulullah.
Ibrahim dilahirkan pada tahun 8 H di Kota Madinah. Dia adalah anak terakhir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dilahirkan dari rahim Maria al-Qibthiyah radhiallahu ‘anha. Maria adalah seorang budak yang diberikan Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah. Lalu Maria mengucapkan syahadat dan dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Usia Ibrahim tidak panjang, ia wafat pada tahun 10 H saat berusia 17 atau 18 bulan. Rasulullah sangat bersedih dengan kepergian putra kecilnya yang menjadi penyejuk hatinya ini. Ketika Ibrahim wafat, Rasulullah bersabda,
“إن العين تدمع، والقلب يحزن، ولا نقول إلا ما يُرْضِى ربنا، وإنا بفراقك يا إبراهيم لمحزونون” رواه البخاري
“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari).
Kalau kita perhatikan perjalanan hidup Rasulullah bersama anak-anaknya, niscaya kita dapati pelajaran dan hikmah yang banyak. Allah Ta’ala mengaruniakan beliau putra dan putri yang merupakan tanda kesempurnaan beliau sebagai manusia. Namun Allah juga mencoba beliau dengan mengambil satu per satu anaknya sebagaiman dahulu mengambil satu per satu orang tuanya tatkala beliau membutuhkan mereka; ayah, ibu, kakek, dan pamannya. Hanya anaknya Fatimah yang wafat setelah Nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah juga tidak memperpanjang usia putra-putra beliau, salah satu hikmahnya adalah agar orang-orang tidak mengkultuskan putra-putranya atau mengangkatnya menjadi Nabi setelah beliau. Bisa kita lihat, cucu beliau Hasan dan Husein saja sudah membuat orang-orang yang lemah terfitnah. Mereka mengagungkan kedua cucu beliau melebih yang sepantasnya, bagaimana kiranya kalau putra-putra beliau dipanjangkan usianya dan memiliki keturunan? Tentu akan menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Hikmah dari wafatnya putra dan putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sebagai teladan bagi orang-orang yang kehilangan salah satu putra atau putri mereka. saat kehilangan anaknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabar dan tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai Allah. Ketika seseorang kehilangan salah satu anaknya, maka Rasulullah telah kehilangan hampir semua anaknya.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya..
Sumber: Islamweb_net
Read More »

13 ALASAN MENGAPA Emanuel Adebayor MEMILIH ISLAM


Beberapa bulan terakhir, berita tentang masuk Islamnya seorang atlet sepak bola internasional terdengar cukup ramai berseliweran di dunia maya. Ya, seorang pemain internasional asal Togo, Sheyi Emmanuel Adebayor, mengumumkan bahwa ia telah memeluk Islam. Ia telah meninggalkan keyakinan Kristennya dan memilih Islam sebagai jalan hidup. Jalan kebenaran yang ia yakini.
Menariknya, ia juga menyebutkan beberapa alasan mengapa ia memilih Islam dan meninggalkan Kristen. Tentu ini menunjukkan, Adebayor melakukan pengkajian, membandingkan, dan merenungkan sehingga sampai pada kesimpulan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Bukan sekedar ikut-ikutan dan emosional saja.
Berikut ini alasan Adebayor memeluk Islam sebagaimana dirilis oleh theheraldng_com. Pesepakbola yang pernah bermain untuk klub-klub sepak bola top Eropa: Arsenal, Manchester City, Real Madrid, dan kini Tottenham Hotspurs ini mengatakan,
“Aku punya 13 alasan yang kuat mengapa seorang muslim itu sama seperti Yesus dan mereka lebih mengikuti Yesus daripada orang-orang Kristen:
Pertama, Yesus mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan. Hanya satu Tuhan saja yang berhak untuk disembah. Hal itu termaktub dalam Deut 6:4, Mark 12:29. Umat Islam juga meyakini demikian. Sebagaimana diajarkan Alquran dalam surat 4 (An-Nisa) ayat 171.
Kedua, Yesus tidak makan daging babi. Dijelaskan dalam Leviticus 11:7. Sama dengan yang dilakukan umat Islam. Dan hal itu dijelaskan Alquran dalam surat 6 (Al-An’am) ayat 145.
Ketiga, Yesus mengucapkan salam dengan kalimat “assalamu’alaikum” (kedamaian selalu bersamamu). Terdapat dalam John 20:21. Muslim juga mengucapkan salam dengan cara demikian.
Keempat, Yesus selalu mengucapkan “God Willing” (insya Allah). Umat Islam mengucapkan kalimat ini juga sebelum mereka melakukan apapun. Sebagaimana dituntunkan dalam Alquran surat 18 (Al-Kahfi) ayat 23-24.
Kelima, Yesus mencuci wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya sebelum shalat. Hal yang sama juga dilakukan oleh seorang muslim.
Keenam, Yesus dan nabi-nabi lainnya yang terdapat di dalam Injil shalat dengan meletakkan kepala mereka di tanah. Dijelaskan dalam Matthew 26:39. Muslim juga melakukan demikian. Sebagaimana diajarkan Alquran dalam surta 3 (Ali Imran) ayat 43.
Ketujuh, Yesus memiliki janggut dan memakai throbe (gamis). Hal ini disunnahkan bagi seorang muslim.
Kedelapan, Yesus mengikuti syariat (syariatnya tauhid sama seperti nabi-nabi sebelumnya pen.) dan mengimani semua nabi. Lihat Matther 5:17. Muslim juga diajarkan demikian oleh Alquran. Lihatlah surat 3 (Ali Imran) ayat 84 dan 2 (Al-Baqarah) 285.
Kesembilan, Ibu Yesus, Maryam, mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dan mengenakan hijab. Sebagaimana terdapat dalam 1 Timothy 2:9, Genesis 24: 64-65, dan Corinthians 11:6. Wanita muslimah juga mengenakan pakaian yang sama. Alquran mengajarkan mereka dalam surat 33 (Al-Ahzab) ayat 59.
Kesepuluh, Yesus dan nabi-nabi lainnya yang disebutkan di dalam Injil berpuasa hingga lebih dari 40 hari. Lihat Exodus 34:28, Daniel 10:2-6. 1Kings 19:8 dan Matthew 4:1. Muslim pun berpuasa selama bulan Ramadhan. Seorang muslim diwajibkan berpuasa sebulan penuh, 30 hari. Lihat Alquran surat 2 (Al-Baqarah) ayat 183. Kemudian dianjurkan untuk melanjutkan berpuasa 6 hari untuk menambah ganjaran pahala.
Kesebelas, Yesus mengajarkan agar berucap “Kedamaian untuk rumah ini” ketika memasuki rumah. Lihat Luke 10:5. Dan juga memberi salam kepada orang-orang di dalam rumah dengan ucapan “Kedamaian untuk kalian”. Sekali lagi, muslim melakukan hal yang sama persis dengan apa yang dilakukan dan diajarkan Yesus. Ketika kita masuk ke rumah kita, atau rumah orang lain, kita mengucapkan “Bismillah” dan juga memberi salam “assalamualaikum”. Inilah tuntunan Alquran dalam surat 24 (An-Nur) ayat 61.
Kedua belas, Yesus dikhitan (disunat). Khitan merupakan salah satu dari 5 sunnah fitrah dalam ajaran Islam. Dalam Islam, seorang laki-laki diwajibkan untuk berkhitan. Berdasarkan Injil Luke 2:21. Yesus berusia 8 hari saat ia dikhitan. Di dalam Taurat, Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim bahwa khitan adalah sebuah “perjanjian abadi”. Lihat Genesis 17:13. Di dalam Alquran, surat 16 (An-Nahl) ayat 123, seorang muslim diwajibkan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Ibrahim berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Ketiga belas, Yesus berbicara dalam bahasa Aramaik dan menyebut Tuhan dengan Elah. Secara penyebutan atau pelafalan, sama dengan lafadz Allah. Aramaik adalah bahasa kuno. Ia merupakan bahasa Bible. Bahasa ini merupakan salah satu dari Bahasa Semit. Termasuk juga bahasa Hebrew (Ibrani), Arab, Ethiopia, dan bahasa-bahasa kuno lainnya seperti bahasa Assyria dan Babylonia yang merupakan Bahasa orang-orang Akkadia.
Bahasa Aramaik “Elah” dan bahasa Arab “Allah” adalah sama.
Kata Aramaik “Elah” berasal dari bahasa Arab “Allah”. Yang artinya adalah Tuhan. Allah dalam bahasa Arab artinya juga Tuhan. Tuhan Yang Mahatinggi. Anda bisa dengan mudah mendapatkan kesamaan pelafalannya. Dengan demikian, Tuhannya Yesus juga merupakan Tuhannya orang-orang Islam. Dialah Tuhan semua manusia. Dan Tuhan semua makhluk yang ada.

Nah, sekarang katakan kepadaku, siapakah pengikut Yesus yang sebenarnya? Tentu saja jawabnya umat Islam. Sekarang saya yakin saya telah menjadi pengikut Yesus yang sebenarnya”. Tutup Adebayor.
Penutup
Kajian yang dilakukan Adebayor benar-benar menunjukkan bahwa yang benar itu jelas dan yang menyimpang itu juga telah jelas. Oleh karena itu, benarlah apa yang Allah firmankan,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS:Ali Imran | Ayat: 85).
Rugilah mereka yang memilih agama selain Islam. Apalagi menukarnya dengan yang selainnya.
Sumber: theheraldng_com
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read More »

Mengejutkan!!! Filter rokok mengandung Babi!

Mengejutkan!!! Filter rokok mengandung Babi! | Islam Dinamis


Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), DR Hakim Sarimuda Pohan, mengungkapkan bahwa dalam filter rokok yang banyak digunakan di Indonesia terkandung bahan yang berasal dari Hemoglobin atau protein darah babi digunakan dalam filter rokok untuk menyaring racun kimia agar tidak masuk ke dalam paru­paru perokok, kata Hakim saat menjadi pembicara dalam dialog bahaya merokok bagi kehidupan berbangsa di Balaikota Banjarmasin, Kalimantan Selatan,
Ia meyakini bahwa filter yang digunakan untuk rokok yang beredar di Indonesia merupakan filter impor yang mengandung komponen dari darah babi. Menurutnya, semua itu diketahui setelah adanya pernyataan yang diungkapkan ahli dari Australia atau Profesor Kesehatan Masyarakat dari Universitas Sydney, Simon Chapman.
Profesor di Australia memperingatkan kelompok agama tertentu terkait dugaan adanya kandungan sel darah babi pada filter rokok. Profesor Simon Chapman menyatakan itu merujuk pada penelitian di Belanda yang mengungkap bahwa 185 perusahaan berbeda menggunakan hemoglobin babi sebagai bahan pembuat filter rokok.
Menurut Hakim, sudah selayaknya umat Muslim yang mayoritas di Indonesia ini menjauhi barang yang nyatanyata dilarang agama tersebut. Bukan hanya kaum Muslim, tetapi kaum Yahudi juga melarang pemanfaatan babi untuk keperluan seperti itu, tambahnya dalam dialog dalam rangkaian sosialisasi peraturan daerah (Perda) yang melarang merokok di tempat tertentu.
Dalam dialog yang dihadiri ratusan peserta dari kalangan PNS, pengelola hotel, restoran, dan pengelola tempattempat umum tersebut juga dihadiri Wali Kota Banjarmasin Haji Muhidin dengan moderator Kepala Dinas Kesehatan setempat, drg Diah R Praswasti.
Dalam dialog tersebut dilangsungkan dengan tanya jawab yang antara lain disarankan perlunya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan merokok.
Menanggapi temuan riset di Belanda tentang adanya hemoglobin babi dalam filter rokok, langsung menjadi kajian ulama di berbagai negara. Jika filter rokok di Indonesia mengandung bahan yang sama, Majelis Ulama Indonesia siap menyatakan haram mutlak.
“Kalau rokok dengan filter dari darah babi itu jadinya haram mutlak,” kata Ketua MUI Ma’ruf Amin,
Terkait dengan temuan riset terbaru itu, MUI akan segera meminta masukan dari berbagai pihak. “Kita akan meminta masukan banyak pihak yang bisa menjelaskan hal ini,” jelasnya.
Menurut Ma’ruf, hasil dari Ijtima Ulama MUI menyimpulkan rokok adalah ikhtilaf. Artinya rokok ada di tengah­tengah antara posisi makruh dan haram. Ulama sepakat mengharamkan rokok dalam 3 situasi.
“Yang sudah diharamkan itu merokok di tempat umum, merokok bagi ibu hamil, dan merokok bagi anak­anak,” pungkas Ma’ruf.
Sumber : 
Vemale_com /voa­islam_com
http_www_sehatkembali_com/archives/91
Read More »

Polemik Bid’ah, Upaya Menjelaskan Kembali Secara Proporsional

Polemik Bid’ah; Upaya Menjelaskan Kembali Secara Proporsional
Oleh: Nashir Abdurrahman*

Perbincangan dan pembahasan mengenai bid’ah, sebenarnya telah banyak dijelaskan oleh para ulama dan selesai ditulis dalam kitab-kitab karangan mereka. Diantaranya adalah Imam al-Qurthubi dalam kitabnya al-Bid’ah wa al-Nahyu ‘anha,  Imam al-Syatibi dalam kitabnya al-I’tishâm, Imam Ali bin Nayif al-Syahud dalam kitabnya Mausȗah al-Difâ’ ‘an Rasûlillah,  Dr. Abdul Ilâh bin Husein al-Arfaj dalam kitabnya Mafhûmul Bid’ah, dan banyak ulama lainnya.
Pada hakikatnya, faktor utama yang menyebabkan para ulama banyak menulis tentang bid’ah adalah karena hal ini dianggap sebagai pemecah belah umat. Contoh, dalam kehidupan sosial masyarakat, banyak sekali amalan-amalan yang sudah mentradisi, seperti tahlilan, ziarah kubur, tawasul, maulidan dan sejenisnya tiba-tiba divonis sebagai amalan bid’ah, sesat, dan pelakunya masuk neraka, dengan dalih Nabi SAW. tidak pernah melakukannya. Dan sikap semacam inilah yang membuat perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, karena mudah menuduh muslim lainnya dengan sesat, syirik dan keluar dari Islam.
Berangkat dari fenomena di atas, para ulama Ahlussunnah wal Jamaah mengambil sikap tegas dengan menjawab berbagai problematika yang meresahkan masyarakat seputar bid’ah. Berikut adalah sebuah ulasan singkat mengenai hakikat bid’ah, hukum, dan analisanya terkait dalil-dalil seputar bid’ah.
Definisi Bid’ah
  1. Bid’ah menurut bahasa (Etimologi)
Secara bahasa, bid’ah berarti memunculkan hal baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya:
.قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلا بِكُمْ
“Katakanlah: “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu.” (QS. Al-Ahqaf: 9)
Maksud dari lafal (بدعا) pada ayat di atas adalah: “Aku bukan orang yang pertama kali datang kepada kalian dengan risalah dari Allah SWT., kepada para hamba-Nya. Namun, telah banyak para rasul yang telah mendahuluiku (sebelumku).”
  1. Bid’ah menurut istilah (Terminologi/Syariat)
Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah telah banyak memberikan definisi secara syariat tentang bid’ah. Diantaranya definisi yang dikemukakan oleh Imam al-Syâthibi dalam kitab al-I’tishâm. Ia mengatakan bahwa bid’ah adalah sebuah istilah untuk sebuah jalan baru dalam agama yang dibuat-buat dan menyerupai syariat, dengan tujuan untuk menciptakan nilai lebih dalam beribadah kepada Allah SWT.”[1] Sedangkan menurut Imam Izzuddin Abd al-Aziz bin Abd al-Salam bid’ah menurut syariat adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) di masa Rasulullah SAW.”[2]
Dari kedua definisi di atas jelas dikatakan bahwa yang dikategorikan dalam hal bid’ah adalah sebuah perbuatan baru –tidak ada pada zaman Nabi SAW.—dan disandarkan kepada agama, sehingga hal itu menyerupai syariat, dengan mengharap bahwa amalan-amalan tersebut mendapatkan nilai tambah. Adapun yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan agama, maka itu bukanlah termasuk bid’ah.
Hadis seputar Bid’ah 
  1. Hadis Jabir r.a.
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول في خطبته : أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله تعالى، وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه وآله وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
“Dari Jabir bin Abdillah r.a. Rasulullah SAW. bersabda dalam khutbahnya: “Sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah SWT., sebaik-baik petunjuk  adalah petunjuk Muhammad SAW. dan seburuk-buru perkara adalah perkara yang baru. Setiap perkara yang baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka[3].”
  1. Hadis Aisyah r.a.
وروى البخاري في صحيحه (2697)، ومسلم في صحيحه (1718) عن عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله:    (( مَن أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردٌّ ))، وفي لفظ لمسلم: مَن عمل عملاً ليس عليه أمرُنا فهو ردّ.
“Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya, dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah SAW., bersabda: “Barangsiapa yang membuat hal baru dalam perkara (agama) kami, yang bukan termasuk darinya, maka hal itu tertolak”. Dan dalam redaksi Muslim: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu hal yang tidak didasarkan pada agama, maka ia tertolak.”
  1. Hadis Jarir r.a.
وعن جرير بن عبد الله- رضي الله عنه- أن رجلاً تصدَّق بصدقة ثم تتابع الناس فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدَه مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ ) . رواه مسلم.
“Dari Jarir bin Abdillah r.a., ada seorang laki-laki bersedekah dan orang-orang mengikutinya bersedekah, lantas Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam maka ia akan memperoleh pahalanya, serta pahala orang-orang yang mengikuti setelahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan buruk dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang mengikuti setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” [4]
 Analisa Hadis seputar Bid’ah
Dalam memahami teks hadis seputar bid’ah, perbedaan antara kelompok Ahlussunnah wal Jamaah dan sekte Salafi Wahabi, salah satunya adalah dalam menafsirkan kata “kullu”,  seperti dalam hadis Jabir di atas. Dalam ilmu ushul fikih, kata “kullu” adalah termasuk dari lafal ‘âm (umum). Hal ini sebagaimana bisa kita lihat dalam keterangan Imam al-Zahidi dalam kitab “Talkhĩs al-Ushȗl”: “Kategori ‘âm itu banyak, diantaranya adalah isim, seperti kata “kullu”.
Kemudian, Imam al-Kurani dan Ibnu Hajib dalam kitab “alMukhtashar” memaparkan tentang salah satu kaidah kata yang masih umum saat diterapkan ke dalam teks Al-Quran maupun hadis, ia berkata: “Tidak boleh menggunakan lafal‘âm yang bermakna umum melainkan setelah mengetahui mukhassis (pengkhusus) dari lafal ‘âm tersebut.”[5]
Dalam riwayat Jabir r.a. Rasulullah SAW. menjelaskan bahwa setiap bid’ah adalah sesat, dan redaksi hadis ini masih umum. Oleh karena itu, mayoritas ulama menyatakan bahwa mukhassis dari kalimat “Kullu bid’atin dhalălah” adalah hadis riwayat Aisyah r.a. yaitu:
قال النبي – صلى الله عليه وسلم -: “من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد” رواه الشيخان وأبو داود وابن ماجه حديث عائشة رضي الله عنها.
“Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa yang membuat hal baru dalam perkara (agama) kami, yang bukan termasuk darinya maka hal itu tertolak.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dari hadis Aisyah r.a.)
Kemudian, dalam hadis Aisyah juga, saat ditinjau dari sudut pandang ilmu ushul fikih dalam pembahasan “dalâlah manthûq”, memberikan pengertian bahwa maksud dari perkara baru yang tertolak itu hanyalah perkara baru dalam urusan agama saja, sedangkan yang bukan termasuk urusan agama maka tidak tertolak. Karena kalimat (ما ليس منه) itu merupakan qayyid (pembatas) atau sifat dari hal baru yang tertolak (المحدثة المردودة). Sehingga, ketika hadis ini dilihat dari sudut pandang mafhûm mukhâlafah-nya, memberikan pengertian bahwa segala perkara baru yang ada sandaran agama di dalamnya dan ia tergolong dalam urusan agama, maka tidak tertolak.[6]
Pembagian Bid’ah
Dari keterangan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkara baru dalam urusan agama (bid’ah) itu ada dua macam, yaitu:
  1. Perkara baru yang terkandung di dalam kalimat (ما ليس منه) dan disebut dengan bidah sayyiah (bid’ah yang buruk).
  1. Perkara baru yang terkandung dalam kalimat (ما منه) –sebagai konsekuensi logis mafhûm mukhâlafah—yang disebut dengan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik).
Pembagian bid’ah menjadi dua kategori ini; baik dan buruk, diperkuat dengan hadis Jarir, yaitu:
مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدَه مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
Rasulullah SAW. menegaskan bahwa siapa saja yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukan setelahnya, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, hadis ini juga memberikan pengertian bahwa Rasulullah SAW. membagi perkara baru menjadi dua bagian; baik dan buruk.
Di sisi lain, makna (سن) dalam hadis tersebut tidak diartikan dengan makna secara syariat, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa ucapan perbuatan ataupun penetapannya. Tapi maksud dari hadis di atas adalah makna secara bahasa, yaitu suatu perbuatan atau amalan.
Menurut Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya Ushûl al-Fiqh al-Islâmi bahwa mengalihkan suatu lafal dari makna secara bahasa (etimologi) ke makna secara istilah (terminologi) adalah khilâf al-ashl (menyalahi hukum asal) kecuali ada indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna secara istilah.[7] Lantas, jika maksud dari (سنة) dalam hadis tersebut adalah sunnah Nabi SAW. secara syariat, maka hal ini akan memberikan pengertian bahwa sunnah Nabi SAW terbagi menjadi dua; ada yang baik dan ada yang buruk -wal ‘iyâdzu billâh.
Ada sejumlah hadis lain yang menyebutkan bahwa lafal (سن) dimaknai secara bahasa sebagaimana dalam hadis Jarir r.a. di atas, yang berarti perbuatan atau amalan. Diantaranya adalah:
  1. Hadis tentang pembunuhan Qabil terhadap Habil
حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لاَ ُتقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لأَنَّهُ أَوَّلُ مَن سَنَّ   .
“Dari Abdullah bin Mas’ud r.a., ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Tidaklah seseorang melakukan pembunuhan melainkan anak Adam yang pertama (Qabil) turut menanggung pula dosanya, karena dialah orang yang pertama kali melakukan pembunuhan.”
  1. Hadis Nabi SAW. yang menceritakan tentang kisah sahabat Muadz bin Jabal r.a. ketika terlambat shalat berjamaah. Kemudian Rasulullah , bersabda:
إن مُعاذا قد سَنَّ لكمُ سنَّةَ كذلك فافعلوا.
“Sungguh Muadz telah memulai hal seperti itu maka kerjakanlah.”[8]
Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa dalil yang masih bermakna umum tidak bisa diamalkan kecuali adamukhassis-nya, dan mukhassis dari hadis “kullu bid’atin dhalâlah” adalah hadis Aisyah di atas.
Sedangkan dalam realitasnya, kelompok Salafi Wahabi tidak mau mengakui hadis (مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً) adalah hujjah bolehnya membagi bid’ah menjadi dua. Mereka berargumentasi  bahwa asbâbul wurûd  (sebab-sebab diucapkannya hadis) tersebut adalah masalah sedekah, dimana pada saat itu ada seorang laki-laki yang bersedekah kemudian diikuti oleh banyak orang. Maka hadis ini sangat tidak proporsional jika dijadikan sebagai dasar pembagian bid’ah menjadi dua.
Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah menjawabya dengan kaidah ushul fikih yang menjelaskan tentang kaidah umum dan khusus dalam memahami teks: “al-‘Ibrah bi ‘umûm al-lafzhi lâ bikhusûsh al-sabab”, (peninjauan dalam makna suatu teks itu tergantung pada keumuman kalimat, bukan melihat pada konteksnya yang khusus).” [9]
Dr. Abdul Ilah bin Husein al-Arfaj dalam kitabnya Mafhûmul Bid’ah, mengatakan bahwa dalam masalah ini, sedikitnya ada tiga kelompok yang berbeda pendapat dalam menginterpretasikan hadis-hadis di atas. Pertama, jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa perkara-perkara yang baru sekalipun dalam masalah agama dibagi menjadi dua; baik dan buruk. Kedua, kelompok minoritas mengatakan bahwa semua perkara yang baru dalam agama serta tidak pernah ada di zaman Nabi SAW. dan para sahabat adalah bid’ah yang tercela dan sesat. Ketiga, kelompok yang memandang bahwa semua perkara baru dalam hal agama jika ada dalilnya, maka perkara itu tidak disebut bid’ah melainkan hukum syar’i, adakalanya ia dihukumi wajib, mustahab (dianjurkan) maupun jaiz (boleh).[10]
Kesimpulan dan Penutup
Kesimpulan dari paparan singkat di atas bahwa pada hakikatnya tidak semua bid’ah adalah sesat dan semuanya masuk neraka. Akan tetapi, bid’ah dibagi menjadi dua macam, antara hasanah dan sayyiah, dengan dalil-dalil yang telah disebutkan. Mengingkari pembagian ini berarti mengingkari realitas ijtihad para sahabat, tabiin dan para ulama setelah mereka. Karena setiap generasi pasti memiliki ijtihad-ijtihad baru yang tidak ada di zaman Nabi SAW. namun dianggap perlu untuk konteks zaman mereka.
Semoga dengan hadirnya tulisan singkat ini, bisa sedikit meluruskan pemahaman-pemahaman yang salah di tengah masyarakat, sehingga umat Islam dapat memahami persoalan ini secara proporsional sebagaimana dipahami oleh para ulama. Wallâhua’lam bi al-shawâb.
*Pelajar Daur al-Lugha Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir
[1] Al-I’tishâmAmtsilah li Bida’i al-Aqâid wa al-Ibâdat, amtsilah li Bidai’i al ‘Aqăid wa al-‘Ibădăt, hal 2, jilid 1.
[2] Ibn Abd Salam, Qawâid al-Ahkâm fi Mashâlih al-Anâm, (3/172).
[3] Al-Bid’atu wa Atsaruha fi Mihnah al-Muslimiin, (3/2).
[4]  Taisîr al-Quds, (1/44).
[5] ‘Ala al-Dîn Abi al-Hasan Ali bin Sulaiman al-Mardawi al-Hanbali, Al-Tahbîr Syarh al-Tahrîr fi Ushûl al-Fiqh (Saudi: Maktabah al-Rusyd), vol. 6, hal. 2839
[6] Abd al-Ilah bin Husein, Mafhumul Bid’ah (Oman: Dâr al-Fath) hal. 95
[8] Abdul Ilah bin Husein, Mafhûmul Bid’ah, hal. 95
[9] Zakariyah bin Ghulam Qadir, Ushûl al-Fiqh ‘ala Manhaj al-Hadîts (Jeddah: Dar al-Kharaz) hal. 96
[10] Abdul Ilah bin Husein, Mafhumul Bid’ah, Darul Fath, 2014 hal. 95

sumber: ruwaqazhar.com/polemik-bidah-upaya-menjelaskan-kembali-secara-proporsional.html
Read More »

Astaghfirullah, DOSA 24 JAM SEORANG WANITA di Facebook, Khusus Wanita-Maaf Jika Tersinggung!!!

Astaghfirullah... DOSA 24 JAM SEORANG WANITA di FaceBooK, Khusus Wanita-Maaf Jika Tersinggung!!!


Artikel ini dibuat tidak untuk memojokan berbagai pihak, terutama Wanita. akan tetapi sejauh ini penulis belum menemukan larangan bagi seorang laki-laki memajang fotonya di FB selama tidak memperlihatkan Aurat.Sehingga pembahasannya difokuskan pada permasalahan Wanita, penulis mengajak kepada laki-laki maupun Wanita untuk mengkaji permasalah ini lebih mendalam lagi, agar supaya KEBERKAHAN HIDUP senantiasa menyertai kita. Dan yang TERPENTING mudah-mudahan kita bisa mengambil IBRAH (Pelajaran).
............................................................Pernah ada seorang laki-laki Curhat ke Penulis, Beliau GELISAH dengan kondisi "Wanita-Wanita" yang suka menampakan foto-fotonya di FB. terlihat begitu kecewa melihat realita yang terjadi di kalangan kaum hawa saat ini Dengan nada lirih, mungkin dari lubuk hatinya yang terdalam, beliau menyampaikan "saya tidak TERTARIK dengan Wanita-wanita yang memajang fotonya di FB, harusnya mereka bisa lebih menjaga, bukan calon pasangan IDEAL karena BELUM BISA menjaga IZAHNYA (Kehormatannya) dan membiarkan kecantikanya dinikmati oleh orang-orang yang TIDAK BERHAK".............................................................

Seorang Wanita yang menampakkan foto dirinya di internet mungkin telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur. Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.

Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Seorang Wanita yang menampakkan foto dirinya di internet mungkin telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur. Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.

Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala mereka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098)

 
Apabila seorang Wanita menampakkan gambar dirimu di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (RASA MALU). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian. Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu” sabda beliau yang lain; “Malu adalah bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga”.


Allah Azza wa Jalla juga menjadikan kewajiban berhijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat) dalam firman-Nya, "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59) Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), karena itu “mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan baerupa fitnah dan kejahatan bagi mereka. Wallahua’lam

Maka pertanya terakhir, Sudah siapkah anda MENEKAN DELETE BUTTON di FB anda (saudariku)? karena sampai kita meninggal bisa semua foto seksi dan narsis yang kita upload di media sosial akan dinikmati oleh lelaki yang penuh maksiat. Itu artinya dosa kita akan terus mengalir. siapkah kita menanggungnya ?

Ridhokah laki-laki yang sudah dipersiapkan Allah untuk menjadi pasangan hidupmu?karena mereka lah yang berhak terhadap kecantikan yang kamu miliki. mari renungkan dan segera ambil keputusan.
Semoga Allah menjaga kita dari perbuatan yang merugikan diri kita dan membuat kita hina di mata Allah SWT.... 
Aamiin.....


Sumber: riefalfatih.blogspot.com
Read More »