Merdekanya Kaum Ibu

Suasana kemerdekaan menyeruak Agustus ini. Bagi kaum ibu, apa makna kemerdekaan itu? Sungguh, kaum ibu adalah tiang rumah tangga. Penyangga terpenting keharmonisan dan pengarah jejak langkah putra-putrinya. Jika ibu bebas merdeka menjalankan tugas dan fungsinya, insya Allah keluarga baik-baik saja.
Namun protret ibu merdeka hari ini jauh dari harapan. Masih banyak kaum yang belum merdeka dari segala hal. Lihatlah kaum tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri yang masih sangat tergantung pada para majikannya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang “diperbudak”. Hidup di negeri orang, terkungkung tembok majikan, hanya melakukan tugas rutin kerumahtangaan yang bukan rumah tangganya sendiri. Di mana letak kemerdekaan mereka? 
Mungkin saat libur. Tapi, tetap saja mereka bukan manusia bebas, yang bisa pergi ke mana suka. Apalagi menjalankan tugas keibuan yang mereka tinggalkan di kampung halaman. Tak bisa memeluk, meninabobok, mendongengi dan mengajak bermain anak-anak tercinta. Anak-anak yang terpaksa ditinggalkan di bawah asuhan nenek-kakek, atau suaminya. Nurani keibuan pun dikubur dalam-dalam, tak bisa diekspresikan dengan merdeka. 
Demikian pula nasib ibu-ibu kaum marginal yang masih bergelut dengan himpitan keuangan. Harga bumbu-bumbu dapur menggila. Sembako meroket. Sekadar mau memasak menu standar saja, musti cermat berhitung. Apalagi jika ingin menjajal resep pilihan, demi sajian bergizi dan memikat lidah keluarga. Mustahil tanpa dukungan finansial.
Belum lagi kebutuhan di luar perut. Pendidikan, kesehatan, mebeler, busana, aksesori dan rekreasi. Tidak ada yang gratis. Semua butuh uang. Bagaimana ibu-ibu bisa merdeka memenuhi itu semua tanpa dukungan finansial? Apa bisa memenuhi dengan penghasilan Rp11.000 perhari, sebagaimana standar ngawur BPS agar tidak disebut warga miskin? Begitulah, kaum ibu masih terjajah secara ekonomi. Dijajah kemiskinan.
Sementara kaum ibu di kalangan sosialita, tak kalah terjajahnya. Gaya hidup hedonis nan mewah, menjajah alam bawah sadar mereka untuk menyibukkan diri berburu barang branded sepanjang usia. Mengoleksi asesoris yang banderol harganya setara dengan harga satu rumah petak.
Apakah mereka merdeka? Tampaknya mereka begitu bebas shopping sana sini, berbelanja berburu barang mewah idamannya. Tapi jauh di lubuk hati terdalamnya tiada kemerdekaan. Selalu gelisah memikirkan, besok parade foto barang branded apalagi ya, untuk upload di Instagram? Lalu bagaimana dengan koleksi yang sudah memenuhi lemari, amankah?  Tidak adakah kerabat atau pencuri yang bakal mengincar? 
Kaum ibu masa kini juga belum merdeka dari anak-anak bermasalah. Betapa sulitnya mendidik anak-anak di zaman milenial ini. Kemudahan hidup, nyatanya tidak mendidik anak-anak agar bermental baja. Mereka malah labil, mudah terpengaruh. Tak sedikit yang terjerat narkoba, tawuran, bullying, penculikan, pelecehan, pedofilia dan bahkan perilaku kriminal seperti membunuh. 
Lingkungan, media dan pergaulan sangat bebas. Menjadi sumber inspirasi bagi anak-anak sehingga tidak berjalan mengikuti tatanan agama. Di benaknya terjadi pendangkalan aqidah. Tidak ada semangat beribadah. Lemah dalam pemahaman Islam kafah. Bahkan ada yang justru terjerumus dalam pola pikir liberal. Kalau sudah begitu, bagaimana ibu-ibu bisa bebas pikirannya? Justru stres yang melanda. 
Penjajahan Barat 
Keterjajahan kaum ibu saat ini dari berbagai segi, tak lain karena kita hidup dalam habitat peradaban sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini tidak mengajarkan kaum ibu untuk bersikap qona’ah, penuh syukur dan hidup bersahaja. Tidak pula mengajarkan agar taat beragama, taat suami dan taat syariah. Akibatnya, hidup kaum ibu kering, jauh dari nilai-nilai ruhiyah.
Sistem kapitalisme dan demokrasi yang diterapkan, tidak memberi kebebasan hakiki bagi kaum ibu. Sebaliknya, tanpa sadar telah menjajah naluri keibuan mereka. Sekulerisme menjajah pemikiran dengan pemahaman yang bertentangan dengan Islam. Misalnya, memberi sugesti bahwa menjadi ibu rumah tangga itu adalah bentuk pemenjaraan di rumah suaminya. Profesi ibu rumah tangga dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan uang. Maka dibebaskanlah kaum ibu dari tugas-tugas tersebut, jika ingin menjadi wanita merdeka.
Setelah itu, dijajah pula dengan pemikiran bahwa ibu yang merdeka adalah yang mandiri secara ekonomi. Bisa cari duit sendiri. Meski, dengan cara mengespose tubuh diri. Maka banyak kaum ibu yang “menjual” tubuh demi segepok materi. Menjadi model, sales berbusana seksi, artis porno, dll. Untuk itu, mereka harus rela tersiksa dengan diet ketat alias tidak bebas makan. Demi menjaga berat badan. Juga, agar pakaian pressbody tidak jadi kekecilan. Harus rajin pula ke salon untuk menjaga penampilan, dsb .   
Kaum ibu juga dijajah pemikiran akan pemujaan terhadap materi. Mereka diajak hobi membelanjakan uang sesuka hati. Termasuk membeli berbagai aksesori yang bukan kebutuhan pokok, meski harga tidak rasional. Itulah mengapa kaum ibu merasa “wajib” membeli ini itu, hanya karena alasan branded, lucu, trend, atau warnanya menarik.
Belum lagi jurang pemisah si miskin dan si kaya yang diciptakan sistem ekonomi kapitalisme. Menyebabkan kaum ibu larut dalam persaingan perasaan dalam hal kebendaan. Tak henti terus-terusan menyesali nasib buruknya ketika diuji kekurangan. Sebaliknya, bersikap sombong, angkuh dan tanpa empati ketika berada di puncak kejayaan. 
Terapkan Islam
Kaum ibu hanya bisa mendapatkan kemerdekaan hakiki jika berpegang teguh pada Islam. Juga, jika Islam diterapkan secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Bagaimana tidak, Islam datang untuk memerdekakan umat manusia, tak terkecuali kaum ibu. Banyak aturan Islam yang memerdekakan manusia agar menjadi pribadi bahagia, dunia dan akhirat.
Aturan ekonomi, politik, pendidikan, sosial, hukum dll jika berbasis Islam, akan menjamin keadilan dan kesejahteraan umat manusia, termasuk kaum ibu. Membebaskan kaum ibu dari keterpurukan dalam ekonomi, karena negara menjamin kebutuhan pokoknya. Memerdekakan kaum ibu dari anak-anak bermasalah, karena mereka dijamin terbina dalam pendidikan Islam. 
Menjauhkan ibu dari stres sosial, karena lingkungan dan pergaulan terjaga. Menjauhkan ibu dari ketimpangan materi, karena si miskin dan si kaya saling empati. Mengentaskan ibu dari profesi-profesi merendahkan. Menjauhkannya dari pelecehan dan seterusnya.
Sudah ada contoh ketika peradaban Islam diterapkan 14 abad lamanya. Bukan sekadar romantisme sejarah, tetapi fakta membuktikan, bahwa peradaban sekuler saat ini menjauhkan kaum ibu dari kemerdekaan. Tidak layak dipertahankan. Maka tidak berlebihan bila kaum ibu ingin kembali ke masa kejayaan Islam. Semoga.
Sumber : Rubrik Muslimah Tabloid Media Umat
Read More »

Hak Anak Dalam Adab yang Baik

Adab itu bagian dari tsaqofah yang harus dimiliki anak, mulailah dari ketauladanan orang tua dalam mengamalkan apapun. Berikutnya suasana di rumah harus dikondisikan. Misalkan makan harus sambil duduk dan harus habis, biasakan makan bersama, saling mengingatkan adab makan, ambillah yang terdekat, jangan banyak-banyak dulu perkirakan sejumlah yang habis dimakan, berdoa dulu, makanlah dengan tangan kanan, dengan tiga jari dsb. Jadi suasana ini penting. Lakukanlah rutin beberapa minggu.
Begitu pula ketika sholat berjamaah, bila dia anak laki-laki posisikan dia sebagai imam, bacaan dijaharkan, melatih agar anak tidak terburu-buru sholat, tumakninah dan benar bacaannya. Lakukan juga ini beberapa minggu.
Demikian pula ketika tahfidz, minta anak pakai peci, baju yang bagus, berwudhu dulu, duduk di ruang belajar, dsb.
Disini pula membaca potensi anak itu penting, artinya ruang mana dari naluriah anak yang masih kosong dari tsaqofah maka disitulah kita masuk memberikan ilmu.
Membutuhkan ketelatenan memang, namun inilah proses yang harus sabar dijalani, bersabar menunggu anak duduk manis, memakai pakaian yang bagus, tertib dalam belajar, dalam makan, dalam sholat, bertutur kata yang sopan, dsb. adalah sebuah perjalanan yang bertahun tahun baru bisa kita dapatkan hasilnya, insya Allah.
Pendidikan adab itu sababiyyah dalam mendidik anak, siapa yang bersusah-susah menanam maka dialah yang akan memetiknya.
Seseorang datang kepada Nabi saw. dan bertanya, ” Ya, Rasulullah, apa hak anakku ini?” Nabi saw. menjawab, ” Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu).” (HR. Aththusi)
Oleh : Yanti Tanjung, Penulis Buku Parenting ‘Menjadi Ibu Tangguh

credit:(muslimahzone.id)
Read More »

Membekali Anak tentang Pernikahan Sebelum Terlambat

Sedang ramai tentang pernikahan Hamish dan Raisa. Di era digital saat ini mungkin bukan hanya orang dewasa yang tahu beritanya. Bahkan anak-anak pun bisa mengaksesnya.
Lalu, sudah pahamkah anak-anak kita terkait apa itu pernikahan? Dan apakah sudah terlintas di benak mereka bagaimana kelak mereka akan menikah?
Berikut tulisan yang sangat inspiratif dari Sarra Risman mengenai bagaimana ia mengenalkan terkait pernikahan kepada anaknya.
***
Senin kemarin, karena anak-anak saya liburkan agar tidak melihat penyembelihan di sekolah, kami pergi jalan-jalan sekeluarga. Sembari menunggu ayahnya liat-liat furniture, saya dan si sulung duduk di display sofa. Daripada bengong…saya memulai pembicaraan, tentunya berkaitan dengan hot topik terkini, seperti biasa.
”Rai, inget Hamish ga?”, saya tanya. 
(Catt penulis: Saya perkenalkan Raia pada Hamish untuk menetralisir stigma bahwa orang cakep harus berkulit putih. Hamish yg berkulit sawo matang seperti dia, bisa juga jadi bintang dan artis karena ketampanannya, walaupun saya sama sekali tidak berniat membuat Raia menjadi artis tentunya. Ini hanya salah satu usaha saya untuk mempertahankan kepercayaan dirinya, karena selama ini dia terus diperbandingkan dengan adik-adik yang sedikit lbh…’cerah’.) 
eniwei… 
“Inget”, jawab Raia pendek.
“Dia nikah lho Rai”. Sambung saya.
“Oh”, jawab Raia lagi.
“Tau ga Rai mas kawin nya berapa?”
“Gak”. 
“Setengah kilo!” ujar saya. 
Muka Raia datar, ga paham akan besarnya emas stengah kilo. 
“500 gram!” seru saya. 
Masih datar. 
Lalu saya ambil kalkulator, saya kalikan 500 dengan 600rb. 
“Wow.. 300jt!” baru dia ternganga. 
“Di dalam islam, Rai” saya mulai ceramah nya, “sebaik-baik perempuan adalah yg ringan maharnya”. 
Belum kelar saya bicara, dia langsung memotong dengan:
‘Jadi, raisa seburuk-buruk perempuan dong?” tanya nya. 
‘Bukan. Kan belum tentu raisa yg minta segitu. Lagipula, itu dalil untuk dipegang kaum perempuan. Kita yg laki2 pegang dalil yang ‘sebaik laki2 adalah yg paling baik pada istrinya. Dan akulah laki2 yg terbaik’, kata Rasulullah. Rasulullah juga waktu menikahi Khadijah memberikan berpuluh unta..”
Saya diam sejenak. 
“Orang ga mungkin sukses mendadak nak. kita harus berusaha jauh2 hari. Jd coba Raia pikirkan Raia mau bisnis apa, agar bisa memberikan yg terbaik untuk istri Raia nanti. Kita mau jg kan jd laki2 terbaik kayak Rasulullah?”
Ceramah mamah Sarrah berhenti di situ. Cukup. 
Biarkan dia pahami, resapi, pikirkan.
Kalau terlalu panjang, apalagi sama anak laki2, ga bakal didengar. Itu saja sudah JAUH dr kapasitas 15 kata yg otaknya bisa serap. 
Saya suka berdiskusi singkat dengan anak2 saya. Memasukkan beberapa hal sekaligus sambil santai bercengkrama. Misalnya dalam pembicaraan di atas saja, sudah masuk 2 dalil, matematika, tanggung jawab sebagai suami, pemahaman akan proses, sepenggal sirah rasul, renungan bisnis dan tentunya info terkini. Diramu singkat dalam satu obrolan sederhana. 
Terlalu cepat membahas pernikahan di usia 10? Kata siapa? Waktu berjalan LEBIH cepat lagi, tanpa terasa. Nanti dia tiba2 sudah 20th dalam sekedipan mata. Sibuk dengan tugas2 kuliahnya di negeri orang (minimal di doa dan bayangan saya). Belum tentu ada kesempatan saya meng-install hal2 yg menurut saya penting untuk dia, seperti mahar yg pantas untuk menghargai anak perempuan orang lain yg sudah susah payah diasuh oleh orangtuanya. Belum tentu ada waktu. Belum tentu ada umur. Instal saja lah dulu apa yg bisa saya Instal. Nanti kalo lupa bisa diulang. Tinggal di re-call, karena sudah pernah diinstall sebelumnya. 
Hari sering berjalan lambat, tapi tahun…berlari. Liat ke belakang. Kadang tidak terasa kita sudah menikah dengan jumlah tahun berangka dua. Tidak terasa anak sudah tiga.. lima.., kemarin rasanya baru lahir.. Kok sekarang sudah tk? tiba2 baligh.. lalu SMA.. Lalu pergi meninggalkan kita dengan pasangannya. Dengan keseharian yg sibuk, apalagi jam skolah anak yg lamanya hampir sama dengan orang yg bekerja, kita suka kehilangan momen mahal bersama. Apalagi kalau kita bekerja di luar rumah. 
Sibuk memastikan pe-er, les dan mengaji, suka lupa hal2 pritil spt ini. Padahal persiapan menikah menurut saya harus dimulai sejak dini, karena itu adalah ibadah terlama, dan dia jadi imam nya pula. Jadi karena banyak yg harus dia tau, waktu ga ada, harus dicicil. Ga bisa terburu-buru dan hanya sibuk menjelang hari H saja. Belum tentu juga pas itu kita nya masih ada. Kalo smua dirapel 3 bln sebelumnya, ketelen informasi nya dengan fitting baju dan pesanan seragam mempelai pria. Belum daftar undangan, pilihan menu catering, dan aransemen bunga. Walah.. Wassalam sajalah. 
Mengasuh,..sejatinya adalah sesuatu yg menyeluruh. Bukan hanya memberi makan dan memakaikan baju. Menyekolahkan dan memberikan mainan2 baru. Oh… Jauhhhhh lebih banyak dari itu. 
Setiap anak bertambah satu, sebagaimana Allah sudah menetapkan rezekinya atasnya ketika ia masih di badan ibu, kedua orangtuanya seharusnya juga terus menambah ilmu. Ya karena itu.. Mengasuh kini tidak sesederhana zaman dahulu. Lagian beda generasi, kudunya semakin meningkat juga kualitasnya atuh. Kalau cuma ngasih makan dan perlindungan, kucing dan kera juga mampu. 
Kita seringkali mempersiapkan anak untuk resepsi. Bukan untuk dunia pernikahan itu sendiri. Setelah tamu pergi, dan wajah sudah tampak biasa lagi, mereka akan menjalani peran suami istri, terkadang tanpa bekal ilmu sama sekali. 
Menikah ga bisa pake metode learn-as-you-go, karena itu sama seperti mengoperasi orang tanpa ilmu kedokteran yg memadai. Padahal ada kemaslahatan jiwa lain di tangan kita. Yang kalau malpraktek, yg sidang langsung bakal Yang Maha. Malpraktek di dunia cuma paling berujung jeruji penjara. Malpraktek yg ini.. Api membara. 70x panasnya. 
Semoga Allah memberikan kita kesempatan, untuk membekali anak2 dengan cukup persiapan, agar menjadi suami istri dan ayah ibu yg mapan,
Agar dapat membesarkan cucu2 kita menghadang tantangan kelak di akhir zaman. 
Mulai sekarang.. Mulai segera.
Pastikan anda tau caranya.




Sumber: (https://www.muslimahzone.id/membekali-anak-tentang-pernikahan-sebelum-terlambat/)
Read More »

Taat Sejak Dini

Ada sebagian orang tua yang beranggapan bahwa anak tidak perlu terlalu diatur dengan ketat sejak dini. Nanti juga kalau sudah besar bisa paham sendiri. Padahal hal tersebut adalah pemahaman yang salah.
Anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan diberikan pemahaman terkait ketaatan sedini mungkin. Jangan sampai kita menyesal setelah anak dewasa dan ternyata jauh dari harapan kita.
Berikut nasihat dari Ustadz Felix Siauw terkait mendidik anak :
Taat Sejak Dini
Berkali-kali saya dihadapkan pada problem yang sama, “Anak saya pacaran dengan yang non-Muslim, dan sekarang mereka ingin menikah, bagaimana ya ustadz sebaiknya?”
Banyak orang yang tidak paham, bahwa masalah itu tidak pernah datang secara instan, maka tidak mungkin pula selesai secara instan, semua ada prosesnya.
Bila sudah akut, baru datang ke ustadz atau ulama, berharap ulama dan ustadznya bisa menyelesaikan dalam sekejap, bak sulap, padahal tidak begitu sebetulnya.
Tiap maksiat anak yang beranjak dewasa, biasanya karena kesalahan didik sewaktu kecil, saat orangtua masih memiliki anak itu 100%, dibawah pengasuhannya.
Saat kecil aqidahnya tidak ditanamkan, tidak diajarkan untuk mencintai Allah, Rasul dan Al-Quran serta As-Sunnah, tidak pernah dibimbing untuk mengenali agamanya.
Sebaliknya, orangtua dengan bangga menyekolahkan anaknya di kurikulum amerika, gaya inggris atau minimal cara singapura, lengkap dengan gaya hidupnya di sekolah.
Saat ingin dikenalkan dengan agama, orangtuanya bilang “Nanti saja kalau sudah gede, masih kecil kasihan”, sementara dia tidak kasihan kecil-kecil dikenalkan budaya asing.
Maka sudah dewasa, wajar bila ia berpikir bukan dengan cara Islam, tidak menganggap penting agama, yang penting cinta, yang penting aku senang, suka sama suka.
Mudahnya, bila sejak kecil seorang Muslimah tidak dikenalkan bahwa hijab adalah pakaiannya, dan kewajibannya, setelah dewasa dia lebih sulit menyesuaikan diri.
Bila dia tak berhijab, tentu yang menyukai bukan yang salih, begitu pula dengan pergaulannya. See, kita membentuk anak kita dari kecil, bukan setelah dewasa.
Ingin memanen mangga? Tanamlah biji mangga. Jangan harap bisa memanen durian padahal menanam biji kedelai. Dan hidup bukan swalayan yang semua bisa dibeli.
Ajarkan anak taat dari dini, tak ada kata terlalu cepat untuk taat, sebagaimana tak ada terlambat untuk berhenti maksiat. Kenalkan Islam sejak awal, agar kita selamat.
Read More »

Kodim dan RT/RW Seluruh Indonesia Diminta Putar Film G30S PKI



Wacana pemutaran kembali film dokumenter G30S PKI mengemuka di media sosial. Banyak warganet yang setuju jika film tersebut kembali diputar di stasiun televisi nasional guna membekali generasi muda akan bahaya komunisme.

“Stuujuuu skali..soalnya gnerasi skarang tdak mengenal sjarah..jd nya cuek...pake baju berlambang palu arit malah bangga..dan unik katanya.. pdahal lambang itu pnya sjarah kelam bagi rakyat indonesia...pemerintah malah sibuk membrantas ormas...bukan mikrin gnerasi penerus bangsa ini yg makin g jlas....ya alloh berikanlah pemimpin yg amanah bagi bangsa ini..amiiiin..,” tulis pemilik akun Uciha Madara dalam wall fanpage Facebook Voa Islam, Senin (11/9/2017).

Hal senada juga disampaikan pemilik akun Noor Thaibah. “Sangat2 setuju supaya generasi muda kita tahu bagaimana kejamnya PKI membunuh ulama2 kita dan yang tidak sepaham dgn idiologi mereka pokoknya berantas PKI sampai keakar-akarnya supaya jangan hidup dibumi Indonesia yang berazaskan Pancasila dan UUD 45.”

Pemilik akun Ton Sugyarto mengusulkan agar tak hanya film G30S PKI saja yang ditayangkan rutin. Melainkan juga film-film perjuangan pahlawan nasional. “Pmth dan yg terkait plinplan, film perjuangan dan kepahlawanan spt 10 Nopember, Jend besar Sudirman, Diponegoro, Cut Nyak Din, termasuk Gestok /G30S spt penting utk menumbuhkan nasionalisme pd generasi muda indonesia, sekaligus menumbuhkan rasa cinta pd tanah air dan bangsa, persatuan diantara suku menepis rasisme, bukan kebarat"an dan mengandalkan sikap dan sifat apatis,” ungkap Ton Sugyarto.

Namun, tampaknya wacana ini dirasa sulit direalisasikan mengingat adanya beberapa regulasi. Misalnya regulasi tentang penyiaran yang tidak membolehkan tayangan kekerasan pada layar kaca.

Beberapa warganet memberi solusi agar film G30S PKI tetap dapat disaksikan, yakni dengan cara nonton bareng di wilayah masing-masing.

“Gimana kalau kita minta TNI yang memutar nya di seluruh kodim/babinsa,” usul akun Iriansyah IR.

Ahmad Jumhari mengusulkan, “Kalo saya sih setuju bangat,,,,lgian film tuh udh lama bangat gak disiarkan ditelevisi jd sy kangen untuk melihat kekejian pki,,,,mungkin harus disiarkan melalui layar tancap disetiap rt/rw setempat kali ya biar stiap warga bisa berkumpul untuk melihatnya filmnya dan bisa bersilaturahmi juga sesama warga.
Read More »

MS Ka'ban : Ingin Cabut TAP MPRS? Siap-siap Berhadapan dengan TNI, Umat Islam, & Kaum Nasionalis

Apabila ada oknum massa yang ingin mencabut peraturan bahwa PKI dilarang oleh Negara, maka mereka dikatakan oleh politisi PBB tentu akan menghadapi para tentara, rakyat, dan juga kaum-kaum nasionalis-agamis.
Pasalnya, penetepan pembubaran PKI sebagaimana yang termaktud di TAP MPRS itu menurut MS Ka'ban adalah ketetapan abadi, yang artinya sebuah maklumat/dokumen sejarah RI.
"TAP MPRS NO. XXV/66 abadi. Dokumeen NKRI. Mau cabut harus bikin revolusi. Revolusi, TNI, umat Islam dan kaum nasionalis bersatu tak terkalahkan," ia mengingatkan, melalui akun Twitter pribadi miliknya, belum lama ini.
Di lain soal, bagi Ka'ban pengikut atau simpatisan PKI tidaklah lebih dari para penipu, yang hanya ingin merebut kekuasaan dengan cara-cara inkonstitusional. "Kalau komunis teriak demokrasi, itu pasti tipu muslihat rebut kekuasaan. Habis itu disikat seluruh kontra revolusi.
PKI, Tuhan saja dinafikan, apalagi cuma sejarah, so pasti diingkari, dipulas, diputar-balik. Tipu muslihat. Begitulah mental pengkhianat."
Pun soal pemutaran film G30S/PKI secara bersama-sama dinilai Ka'ban seharusnya tidak perlu dijadikan polemik. Yang setuju nonton, yang tidak sebaliknya tetapi harus tetap setia kepada UUD.
"Tidak perlu ada polemik nobar film G30S/PKI. Itu fakta sejarah. Tidak boleh dilupakan. Yang tidak setuju, tidak perlu nonton, tapi tetap bela UUD 45.
Perintah Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo tentang nobar film G30S/PKI patut didukung dan dilaksanakan. Sekalian meriahkan tahun baru Hijriah dan 10 Muharam.
Tahun baru Hijriah 1439 tahun baru Islam, membangun peradaban NKRI sesuai amanat Pembukaan UUD 45. PKI tidak ada tempat di NKRI."



Credit(://www.voa-islam.com/)
Read More »

COVER STORY September 2017: Kejam, Beginilah Hasil Otopsi Tujuh Jenderal Korban PKI


Tak banyak masyarakat yang tahu dengan hasil otopsi tujuh jenazah jenderal yang menjadi korban kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI). 
 
Intisari edisi September 2009 dalam judul “Saksi Bisu dari Ruang Forensik” mencoba mengurai itu; mengungkap faktra-fakta yang tersembunyi di balik bangsal-bangsal forensik. 
 
Tepatnya setelah para korban G30S ditemukan di dalam sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 4 Okotober 1965. Tujuh mayat jenderal itu lantas dibawa ke RSPAD guna diotopsi.
 
Untuk keperluan otopsi jenazah-jenazah jenderal tersebut dibuatlah tim yang terdiri dari dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen. Roebiono Kartopati dan dr. Kolonel. Frans Pattiasina; lalu ada tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI, Prof. dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.
 
Berikut hasil otopsinya. 
 
Achmad Yani
 
-- Luka Tembak masuk: 2 di dada kiri, 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di garis pertengahan perut, 1 di perut bagian kiri bawah, 1 perut kanan bawah, 1 di paha kiri depan, 1 di punggung kiri, 1 di pinggul garis pertengahan.
 
-- Luka tembak keluar: 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di punggung kiri sebelah dalam.
 
-- Kondisi lain: sebelah kanan bawah garis pertengahan perut ditemukan kancing dan peluru sepanjang 13 mm, pada punggung kanan iga kedelapan teraba anak peluru di bawah kulit.
 
R. Soeprapto
 
-- Luka tembak masuk: 1 di punggung pada ruas tulang punggung keempat, 3 di pinggul kanan (bokong), 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pertengahan paha kanan.
 
- Luka tembak luar: 1 di pantat kanan, 1 di paha kanan belakang.
 
-- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan di atas telinga, 1 di pelipis kanan, 1 di dahi kiri, 1 di bawah cuping kiri.
 
-- Kondisi lain: tulang hidung patah, tulang pipi kiri lecet.
 
M.T Haryono
 
-- Luka tidak teratur: 1 tusukan di perut, 1 di punggung tangan kiri, 1 di pergelangan tangan kiri, 1 di punggung kiri (tembus dari depan).
 
Soetojo Siswomiharjo
 
-- Luka tembak masuk: 2 di tungkai kanan bawah, 1 di atas telinga kanan.
 
- Luka tembak keluar: 2 di betis kanan, 1 di atas telinga kanan.
 
-- Luka tidak teratur: 1 di dahi kiri, 1 di pelipis kiri, 1 di tulang ubun-ubun kiri,  di dahi kiri tengkorak remuk.
 
-- Penganiayaan benda tumpul: empat jari kanan.
 
S. Parman
 
-- Luka tembak masuk: 1 di dahi kanan, 1 di tepi lekuk mata kanan, 1 di kelopak atas mata kiri, 1 di pantat kiri, 1 paha kanan depan.
 
-- Luka tembak keluar: 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di perut kiri, 1 di paha kanan belakang.
 
-- Luka tidak teratur: 2 di belakang daun telinga kiri, 1 di kepala belakang, 1 di tungkai kiri bawah bagian luar, 1 di tulang kering kiri.
 
-- kekerasan tumpul: tulang rahang atas dan bawah.
 
 
D.I Panjaitan
 
-- Luka tembak masuk: 1 di alis kanan, 1 di kepala atas kanan, 1 di kepala kanan belakang, 1 di kepala belakang kiri.
 
-- Luka tembak keluar: 1 di pangkal telinga kiri.
 
-- Kondisi lain: punggung tangan kiri terdapat luka iris.
 
 
P. Tendean
 
-- Luka tembak masuk: 1 di leher belakang sebelah kiri, 2 di punggung kanan, 1 di pinggul kanan.
 
-- Luka tembak keluar: 2 di dada kanan.
 
-- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan, 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di puncak kepala.
 
-- Kondisi lain: lecet di dahi dan pangkal dua jari tangan kiri




Sumber:(https://www.voa-islam.com/read/politik-indonesia/2017/09/22/53319/cover-story-september-2017-kejam-beginilah-hasil-otopsi-tujuh-jenderal-korban-pki/)
Read More »