Menggunjing=cannibal..!!

Lisan ini memang seharusnya dijaga dari hal-hal negatif; mencela orang lain, bergosip yang belum tentu kebenarannya, bahkan jika itu benar sungguh tidak baik untuk mempublikasikan aib-aib saudara kita. Yang sangat dikhawatirkanpun bisa terjadi, lisan dapat memicu terjadinya pertengkaran hebat, hingga mengakibatkan bunuh-membunuh sesama saudara kita. Seperti penjajah belanda yang mengadu domba rakyat Indonsia di masa lampau.


Perihal menjaga lisan Allah Ta'ala mengingatkan dalam sura al-hujurat ayat 12

Asbabul Nuzul

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini (al-Hujurat: 12) turun berkenaan dengan Salman al Farisi yang bila selesai makan, suka terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang menggunjing perbuatannya. Maka turunlah ayat ini (al Hujurat: 12) yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan keaiban orang lain.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari pra-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
(al-Hujurat: 12)

Tidak kah Kamu merasa jijik??

Mulai detik ini gunakanlah lisan Anda untuk hal-hal yang baik.

Share it !.

Read More »

Pernikahan Rasulullah Dengan Khadijah

Siang dan malam hati Khadijah telah terpikat oleh Muhammad Amin. Ia selalu mencari alasan untuk mendekatkan dirinya kepada putra Abu Thalib yang yatim itu. Ia terbakar dalam api cinta kepada putra Aminah itu. Siang hari ia selalu gundah dan di malam hari ia tertidur pulas dalam harapan untuk menyatu dengannya.

Suatu malam, dalam mimpinya Khadijah melihat matahari berputar-putar di atas Makkah, lalu turun ke bawah di dalam rumahnya. Ia menceritakan mimpi tidurnya itu kepada Waraqah bin Naufal. Waraqah menyingkap takbir mimpinya dengan berkata, “Engkau akan menikah dengan orang agung yang ketenarannya akan mendomisai jagad raya ini.”

Kecintaan kepada Muhammad Amin adalah kecintaannya kepada kejujuran dan spiritualitas, sebuah kecintaan kepada Tuhan Muhammad yang selama empat puluh tahun ia selalu bermunajat kepada-Nya di gua Hira`.

Jangan Anda mengira bahwa kecintaan putri Khuwailid, seorang wanita terkenal dan terhormat di Makkah itu adalah sebuah kecintaan fiktif. Atau Anda berpikiran bahwa kecintaannya bukanlah kecintaan suci dan tak bermakna. Tidaklah demikian. Khadijah adalah seorang wanita berakal yang seluruh wujudnya telah dikuasai oleh api asmara terhadap Muhammad al-Amin.

Khadijah tidak hanya terpesona oleh ketampananan Muhammad al-Amin yang menarik hati itu, sebagaimana kecintaan Zulaikha kepada Yusuf. Ia pernah mendengar dan melihat bahwa jagad raya ini tenteram karena keberadaannnya.

Persiapan Pernikahan
Abu Thalib sebagai orang besar di kalangan Quraisy dan dikenal dengan kedermawanan, keberanian, dan keteguhan jiwa sangat prihatin terhadap kondisi kehidupan keponakannya yang serba sulit. Ia mengambil keputusan untuk mengutarakan keinginannya kepadanya. Suatu hari ia berkata kepadanya, “Khadijah putri Khuwailid, salah seorang saudagar (kaya) Quraisy sedang mencari seorang yang dapat dipercaya untuk diserahkan tanggungjawab mengurus dagangannya dan membawanya ke negeri Syam (Syiria). Alangkah baiknya jika engkau memperkenalkan dirimu kepadanya.”

Untuk seorang pemuda berusia dua puluh lima tahunan seperti Muhammad yang masih dikuasai oleh rasa malu, usulan semacam itu amatlah berat baginya. Di sisi lain, kepribadian tinggi yang dimilikinya tidak mengizinkannya untuk melakukan hal semacam itu.

“Paman, Khadijah telah mengenal kejujuran dan amanahku. Mungkin ia sendiri yang akan mengutus seseorang kepadaku untuk mengutarakan usulan seperti usulan Anda itu”, jawabnya singkat.

Dan memang itulah yang terjadi. Karena ia sangat mengenal pemuda jujur Makkah itu dan juga mengetahui kondisi kehidupannya yang serba sulit. Menurut sebagian pendapat, ia juga mengetahui perundingan yang telah terjadi antara Muhammad al-Amin dan Abu Thalib. Ia mengutus seseorang untuk memanggil Muhammad. Ketika pertama kali bertemu dengannya, ia berkata, “Satu hal yang membuatku tertarik kepadamu adalah kejujuran dan akhlakmu yang baik. Saya siap memberi dua kali lipat (upah) dari yang biasa kuberikan kepada orang lain dan mengutus dua budak bersamamu untuk menjadi pembantumu selama dalam perjalanan.”

Muhammad menceritakan apa yang telah terjadi kepada pamannya. Sang paman menjawab, “Kejadian ini adalah sebuah perantara untuk sebuah kehidupan yang telah Allah skenariokan untukmu. Ini adalah sebuah rezeki yang telah Allah anugerahkan kepadamu.”

Rombongan pedagang Quraisy telah siap untuk berangkat. Setelah sampai di tujuan, semua barang dagangan terjual habis. Dan mereka juga melakukan transaksi di pasar Tuhâmah dengan membeli barang-barang dagangan yang diperlukan sewaktu mereka kembali ke daerah asal mereka. Rombongan dagang Khadijah yang memiliki laba melimpah di bawah kepemimpinan Muhammad itu akhirnya pulang kembali ke Makkah.

Sesampainya rombongan di Makkah, salah seorang budak yang bersama Muhammad itu berkata kepada Khadijah, “Anda memiliki berita bagus. Rombongan dagangmu telah kembali dari Syam dengan membawa laba yang melimpah dan barang-barang dagangan yang sangat bagus.”

“Apa yang telah kalian katakan itu? Kalian pasti memiliki kenangan indah dalam perjalanan kali ini. Coba ceritakan kepadaku”, kata Khadijah.

Maisarah menceritakan dua kenangan indah kepadanya: Pertama, Muhammad al-Amin berselisih pendapat dengan seorang pedagang dalam suatu masalah. Pedagang itu berkata kepadanya, “Bersumpahlah demi Lâta dan ‘Uzzâ. Barulah akan kuterima ucapanmu.” Muhammad al-Amin menjawab, “Makhluk paling hina dan paling kubenci adalah Lâta dan ‘Uzzâ yang kau sembah itu.”10 Kedua, di Bushra, Muhammad al-Amin duduk di bawah sebuah pohon untuk beristirahat. Salah seorang Rahib melihatnya dari tempat peribadatannya. Ia menghampirinya dan menanyakan namanya. Ketika mendengar nama Muhammad al-Amin, ia berkata, “Orang ini adalah nabi yang telah banyak kubaca kabar gembira berkenaan dengannya.”

Melalui kisah-kisah mengesankan itu dan pengenalannya yang yang telah lama terhadap pemuda istimewa Makkah itu, api cinta Khadijah semakin berkobar. Di samping memberikan upah sesuai dengan kontrak dagang, Khadijah juga memberikan hadiah kepadanya sehingga Muhammad dapat memperbaiki kondisi hidupnya. Semua yang diterimanya dari Khadijah itu diserahkan kepada pamannya, Abu Thalib. Adalah benar bahwa Muhammad adalah seorang pemuda teladan, memiliki kemampuan manajemen hidup yang baik, sehingga keluarga-keluarga mulia Makkah merasa bangga ketika dapat menjalin hubungan kekeluargaan dengannya. Akan tetapi, Abu Thalib adalah orang terhormat dan pelindungnya.

Tata Cara Meminang

Khadijah menceritakan segala yang diketahuinya tentang Muhammad al-Amin kepada Waraqah bin Naufal. Dan Waraqah, orang pintar dari Arab yang telah mengenal Muhammad sebelum Khadijah mengenalnya, membenarkan semua ceritanya.

Pembenaran Waraqah itu menyebabkan Khadijah semakin menaruh hati kepada nabi yang dijanjikan itu. Bahkan dengan tegas ia menolak mentah-mentah semua pembesar Arab yang datang untuk meminangnya. Para pembesar seperti ‘Uqbah bin Mu’ith, Abu Jahal, dan Abu Sufyan adalah di antara para peminang Khadijah.

Tidak aneh—seperti kesaksian para ahli sejarah dan penulis biografi—jika Khadijah berkata kepada Muhammad, “Putra pamanku, dengan pengenalanku terhadap dirimu, aku sangat berharap dapat menikah denganmu.”

Muhammad Al-Amin itu pun menjawab, “Seyogianya aku mengutarakan masalah ini kepada paman-pamanku sehingga aku dapat mengambil keputusan atas dasar musyawarah dengan mereka.”

Sebagian ahli sejarah juga menulis, seorang wanita bernama Nafisah binti Aliyah, salah seorang sahabat Khadijah menyampaikan pesannya kepada Muhammad dengan berkata, “Mengapa di malam hari engkau tidak menyinari kehidupanmu dengan seorang istri? Jika aku mengajakmu kepada keindahan, kekayaan, dan kemuliaan, maukah kau menerimanya?”
Muhammad bertanya, “Siapakah maksudmu?”
“Khadijah”, jawabnya.
“Apakah ia rela dengan kondisi hidupku ini?”
“Ya. Tentukanlah harinya sehingga wakilnya dan seluruh kerabatmu duduk bersama untuk membicarakan pesta pernikahan.”11

Inilah Khadijah dan dunia indah kehidupan Muhammad al-Amin, seorang pemuda kharismatik Makkah yang tampak agung di mata seluruh masyarakatnya. Tuhannya pun memuliakannya. Khadijah adalah seorang wanita pemburu yang sangat mahir sehingga ia enggan menangkap “buruan” kecuali keponakan Abu Thalib yang yatim, meskipun sahabatnya yang berwawasan pendek dan musuhnya sering mencelanya dalam pilihannya yang suci itu.

Perdagangan itu hanya sebuah alasan untuk mewujudkan keinginan Khadijah yang jelas, sehingga ia dapat mengungkapkan kecintaannya yang membara dan keinginannya kepada kekasihnya tanpa perantara. Ia pernah berkata kepada Muhammad, “Engkau telah menguasai seluruh pikiranku. Aku mencintaimu seperti yang dikehendaki oleh Tuhanmu dan sesuai dengan keinginanmu.”

Mimpi Khadijah sudah mendekati kenyataan. Ia membaca takwil mimpi indahnya itu di sekujur tubuh putra Aminah itu. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia berkata kepada dirinya, “Ya Tuhan, apakah takdir menentukan demikian bahwa aku adalah wanita pertama yang dicintai oleh al-Amin, Muhammad yang orang lain harus tersiksa dan terkatung-katung demi menjalin hubungan dengannya?”

Dialog Khadijah dengan Muhammad al-Amin
Dengan pesan Khadijah, nabi yang dijanjikan itu pergi bertamu ke rumah Khadijah. Atau setelah bermusyawarah dengan pamannya, Abu Thalib ia pergi ke rumah Khadijah. Ia mendapatkan penghormatan khusus dari Khadijah dan melantunkan beberapa syair untuk itu.
“Apakah engkau memiliki keperluan yang dapat kulakukan?”
Putra Aminah tidak mengucapkan sepatah kata pun karena rasa malunya yang tinggi.
“Apakah aku dapat bertanya sesuatu kepadamu?”
“Silakan.”
“Apakah yang akan kau lakukan dengan upah perdagangan itu?”
“Apa maksudmu?”
“Aku ingin tahu apakah aku dapat melakuan sesuatu untukmu?”
“Pamanku, Abu Thalib menginginkan aku menikah dengan modal tersebut.”
Dengan senyuman yang bercampur dengan kebahagiaan Khadijah berkata, “Apakah kamu setuju jika aku merealisasikan keinginan pamanmu itu? Aku kenal seorang wanita yang—dari segi kesempurnaan dan kecantikan—sangat sesuai denganmu; seorang wanita yang baik, suci, dan berpengalaman. Sudah banyak orang yang ingin menjalin hubungan dengannya dan wanita-wanita pembesar Arab iri kepadanya. Wahai Muhammad, selayaknya kuceritakan juga kejelekan-kejelekannya. Ia pernah bersuami dua kali dan telah menjalani hidup bersamanya bertahun-tahun.”
“Siapakah namanya?”
“Budakmu, Khadijah!”
“Oh, Tuhanku! Ia telah bercerita tentang dirinya. Jika kuangkat kepalaku, apa yang dapat kukatakan?”
“Mengapa engkau tidak menjawabku? Demi Allah, aku sangat mencintaimu dan tidak akan pernah menentangmu dalam setiap keadaan.”
Diamnya Muhammad yang disertai dengan kewibawaan dan kesopanan itu membuat air mata Khadijah menetes, dan ia melantunkan beberapa bait syair secara spontan. “Hatiku telah tertambat kepadamu. Di dalam taman hatiku terdapat kecintaanmu. Jika engkau tidak menerima tawaranku, ruhku akan terbang dari ragaku.”
“Mengapa engkau tidak menjawabku? Kerelaanmu adalah kerelaanku dan aku selalu menaatimu.”
“Mengapa engkau berkata demikian? Engkau adalah ratu Arab dan aku seorang pemuda miskin.”
“Orang yang rela mengorbankan jiwanya untukmu, apakah ia mau mempertahankan hartanya? Wahai putra kepercayaan Makkah, wahai pondasi wujud dan seluruh harapanku, aku akan menutupi kepapaanmu. Seluruh wujud dan modal material dan sosialku ‘kan kukorbankan untukmu. Wahai matahari Makkah yang benderang, memancarlah dari jendela harapanku dan wujudkanlah harapan pamanmu yang sudah tua yang selalu mengharapkan engkau bersanding dengan seorang wanita. Jangan kau cela aku. Berikanlah hak kepadaku jika aku tergila-gila kepadamu. Zulaikha pernah melihat Yusuf dan ia menjadi tergila-gila, dan para wanita Mesir terpesona oleh ketampanannya. Engkau sangatlah agung. Jangan kau membuatku putus-asa. Demi Ka’bah dan bukit Shafâ, jangan kau usir aku dari dirimu. Bangun dan pergilah menemui paman-pamanmu, serta utuslah mereka untuk meminangku. Engkau akan mendapatiku sebagai wanita yang tegar dan setia.”
Rasulullah saw keluar dari rumah Khadijah dan pergi menemui pamannya. Kegembiraan dan kebahagiaan tampak terlukis di wajahnya. Ia melihat paman-pamannya sedang berkumpul. Abu Thalib memandang wajah Rasulullah seraya berkata, “Keponanaku, aku ucapkan selamat atas hadiah yang telah kau terima dari Khadijah. Kukira ia telah mencurahkan seluruh hadiah atasmu.”
Rasulullah berkata perlahan, “Paman, aku ingin sesuatu dari Anda.”
Dengan tidak sabar Abu Thalib bertanya, “Permintaan apa? Katakanlah sehingga kulaksanakan secepatnya.”
“Paman, berangkatlah sekarang juga bersama paman-paman yang lain dan pergilah menemui Khuwailid untuk meminang putrinya, Khadijah untukku,” jawabnya.
Tidak satu pun dari paman-pamannya yang mengabulkan permintaannya kecuali Abu Thalib. Ia berkata, “Buah hatiku, sebenarnya kami yang harus belajar darimu dan bermusyawarah denganmu dalam masalah seperti ini. Engkau sendiri mengetahui bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang sempurna, berkepribadian dan menjaga diri dari segala cela dan aib. Seluruh raja Arab, para pembesar Quraisy, para pembesar Bani Hasyim, raja-raja Yaman dan para pembesar Thaif telah meminangnya dan mereka bersedia mengorbankan harta berlimpah dalam hal ini, akan tetapi ia tidak menanggapi mereka semua dan melihat dirinya lebih tinggi dan lebih berkepribadian dari mereka. Anakku, engkau adalah seorang yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan. Khadijah adalah seorang wanita yang senang bergurau. Kukira ia ingin bergurau denganmu. Jangan kau anggap serius gurauan-gurauannya ini. Janganlah kau sebarkan berita ini, karena semua itu akan sampai ke telinga semua orang Quraisy.”
Abu Lahab berkata, “Keponakanku, jangan kau jadikan keluarga kami sebagai buah bibir seluruh penduduk Arab. Engkau tidak layak untuk seorang Khadijah.”
Abbas beranjak dari tempatnya dan menjawab perkataan Abu Lahab itu dengan lantang. Ia berkata, “Engkau adalah seorang yang hina dan berperilaku buruk. Cela apakah yang dapat mereka temukan berkenaan dengan keponakanku? Ia memiliki ketampanan yang memikat dan kesempurnaan yang tak terbatas. Bagaimana mungkin Khadijah menganggap dirinya lebih tinggi darinya? Dengan perantara harta, kecantikan, atau kesempurnaannya? Demi Tuhan Ka’bah, jika ia meminta mahar darinya, maka akan kutunggangi kudaku untuk berkeliling di padang sahara dan memasuki kerajaan para raja untuk menyediakan apa yang diminta oleh Khadijah itu.”
Rasulullah berkata, “Paman-pamanku, sudah terlalu lama kalian berdebat dengan masalah yang tidak ada gunanya. Kalian tidak perlu ikut campur dalam hal ini. Kalian tidak mengetahui apa yang kuketahui.”
Shafiah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah beranjak dari tempatnya seraya berkata, “Demi Allah, aku tahu bahwa setiap yang dikatakan oleh keponakanku ini adalah benar. Ia adalah seorang yang jujur. Mungkin saja Khadijah hanya ingin bergurau dengannya. Aku akan pergi untuk meneliti terlebih dahulu.”
Ia mengenakan pakaiannya yang mewah dan pergi ke rumah Khadijah. Sebagian sahaya Khadijah melihat Shafiah menuju ke rumahnya. Mereka mengabarkan hal itu secepatnya.
Pada waktu itu, Khadijah sudah beranjak untuk tidur. Ia turun dari rumah bagian atas ke bagian bawah dan memberikan izin kepada semua sahayanya untuk beristirahat. Akan tetapi, setelah mengetahui Shafiah hendak datang, ia bersiap-siap untuk menjamunya. Dan karena terburu-buru, bagian bawah bajunya terinjak oleh kakinya. Pada waktu itu, Shafiah masih berada di luar rumah. Ia mendengar ketika Khadijah berseru, “Tidak berbahagialah orang yang memusuhimu, wahai Muhammad!” Shafiah berkata kepada dirinya, “Sudah jelas bahwa ini bukanlah sebuah pegurauan.”
Ia mengetuk pintu rumah Khadijah. Para sahaya mengantarkannya bertemu Khadijah dan menjamunya dengan penuh kehormatan. Khadijah ingin mengambilkan makanan untuktnya. Akan tetapi, ia berkata, “Aku tidak datang untuk sebuah makanan. Aku datang untuk meneliti.”
Khadijah yang memahami maksudnya dengan isyarat tersebut berkata, “Hal itu benar. Jika kau mau, sebarkan hal ini atau rahasiakan saja dulu. Aku telah meminang Muhammad untuk diriku dan menerima mahar yang diusulkannya. Jangan sampai kalian membohongkannya. Aku tahu bahwa Tuhan semesta alam telah membenarkannya.”
Shafiah tersenyum merekah seraya berkata, “Aku memahami jika engkau memiliki rasa cinta demikian. Aku sendiri belum pernah melihat wajah bercahaya seperti wajah Muhammad, belum pernah mendengar ucapan yang lebih menarik dari ucapannya, dan belum pernah melihat gaya bicara yang lebih mulia dari gaya bicaranya.”
Shafiah ingin keluar dari rumah Khadijah, tapi Khadijah tidak mengizinkannya seraya berkata, “Sabar dulu sebentar.” Ia lalu beranjak dan mengambil secarik kain yang sangat berharga. Ia memberikannya kepada Shafiah sebagai hadiah, lalu memeluknya seraya memohon sesuatu. Ia berkata, “Demi Allah, tolonglah aku sehingga aku dapat menjadi istri Muhammad.” Shafiah berjanji untuk membantunya sekuat tenaga. Lalu, ia bergegas pergi ke rumah saudara-saudaranya.
Mereka bertanya apa yang telah terjadi. Ia menjawab, “Ia begitu tergila-gila terhadap keponakan kalian sehingga sulit untuk menceritakannya.” Mendengar berita itu, mereka semua gembira dan bahagia kecuali Abu Lahab yang hal itu menambah kemarahan dan kebenciannya. Kemarahan dan kebenciannya itu sudah pernah terjadi sebelumnya dan sekarang bertambah parah. Abbas berkata lantang, “Sekarang ketika rencana sudah sampai pada tahap ini, mengapa kalian semua duduk di sini?”
Di sini, sejarah menukil satu pasal panjang tentang sikap Khuwailid terhadap Abu Thalib dan para peminang yang bersamanya. Mereka keluar dari rumah Khuwailid dengan penuh keputus-asaan. Akan teapi, sesuai dengan pendapat Kulaini dalam buku al-Kâfî dan al-Waqidi, yang melaksanakan akad pernikahan Khadijah adalah pamannya. Al-Waqidi menulis, “Khuwailid telah meninggal dunia sebelum peristiwa perang Fijâr.”
Seperti diriwayatkan oleh Abul Hasan al-Bakri, setelah putra-putra Abdul Muthalib keluar dari rumah Khuwailid, ketika Khadijah mendengar kejadian yang telah terjadi, ia berkata, “Katakanlah kepada pamanku, Waraqah untuk datang kemari.” Ketika ia datang, Khadijah sangat menghormati kedatangannya dan menanyakan perihal ketidakpeduliannya.
Waraqah melihat Khadijah dalam kesedihan yang dalam. Ia berkata, “Keponakankku, apa yang sedang terjadi? Mengapa engkau bersedih hati?”
“Mengapa aku tidak boleh sedih setelah semua harapanku terbang dibawa angin?” jawabnya.
“Selama ini aku belum pernah mendengar engkau berbicara demikian. Mungkin maksudmu adalah pernikahan?” tanyanya lagi.
“Ya”, jawabnya singkat.
“Pernikahan ‘kan buan suatu masalah yang penting. Para pembesar Arab telah meminangmu dan kamu pun menolak mereka”, jawabnya.
“Aku tidak ingin keluar dari Makkah”, katanya lagi.
“Tidak sedikit para peminangnmu yang berdomisili di Makkah, seperti Syaibah bin Rabi’ah, ‘Uqbah bin Mu’ith, Abu Jahal bin Hisyam, dan Shalt bin Abi Yahab. Tidak satu pun dari mereka yang kau terima”, kata Waraqah lagi.
“Aku tidak ingin suamiku memiliki cela”, jawab Khadijah.
“Mereka ini memiliki cela apa?”, tanya Waraqah.
“Syaibah adalah seseorang yang selalu berburuk sangka dan jelek hati, ‘Uqbah sudah tua renta, dan Abu Jahal adalah seorang yang kikir, sombong, dan selalu mengumpat. Adapun Shalt, ia tidak dapat memelihara wanita. Pamanku, apakah engkau mendengar berita bahwa ada orang lain selain mereka telah meminangku?”, kata Khadijah.
“Ya, aku mendengar berita itu. Muhammad bin Abdullah telah meminangmu”, jawab Waraqah.
“Apakah engkau melihat cela pada dirinya?”, tanyanya lagi.
Waraqah bin Naufal mengetahui banyak tentang kitab-kitab samawi. Ketika ia mendengar pertanyaan Khadijah itu, ia menundukkan kepala seraya berkata, “Apakah engkau ingin kuceritakan cela-celanya?”, tanyanya.
“Ya!”, jawab Khadijah.
Ia berkata, “Ia memiliki ras yang mulia dan keturunan yang berkepribadian. Ia memiliki wajah yang menarik, akhlak yang indah, keutamaan yang telah diketahui oleh khalayak, dan kemurahan hati yang sangat besar. Demi Allah, Khadijah, ini adalah sebuah kenyataan.”
Khadijah bertanya, “Sepertinya aku minta supaya engkau menceritakan cela-celanya!”
Waraqah berkata, “Khadijah, dahinya bercahaya bak bintang-gumintang, kedua matanya seperti permata yang bergemilau, dan bahasanya lebih manis dari madu yang murni. Ketika sedang berjalan, ia memancar seperti rembulan yang cemerlang.”
Khadijah berkata, “Pamanku, jangan bergurau. Tolong ceritakan cela dan aibnya.”
Waraqah berkata, “Semua wujudnya adalah keindahan, keturunannya bebas dari segala aib kekotoran, dan ia lebih tampan dari seluruh penduduk semesta alam. Ia memiliki hati yang penyayang. Rambutnya lembut dan terurai. Ia memiliki bau badan yang lebih harum dari minyak misik dan gaya bicara yang lebih manis dari madu. Khadijah, aku mengambil Allah sebagai saksiku, aku sangat mencintainya.”
Khadijah berkata, “Pamanku, setiap aku memintamu menceritakan cela dan aibnya, engkau selalu menceritakan karakter -karakter baiknya!”
Waraqah, “Anakku, dapatkah aku menceritakan karakternya untukmu?”
Khadijah berkata, “Pamanku, kebanyakan orang membuat-buatkan cela baginya dan mereka mengatakan bahwa ia adalah seorang yang miskin. Jika ia miskin, kekayaanku sangat banyak. Bagaimana pun, aku sangat mencintanya dan aku pun telah meminangnya.”
Waraqah berkata, “Apa yang akan kau berikan padaku jika malam ini aku menikahkanmu dengannya?”
Khadijah berkata, “Apakah selama ini aku mempersulit urusan terhadapmu? Kuserahkan semua kekayaanku padamu. Pilihlah apa yang kau sukai.”
Waraqah berkata, “Khadijah, aku tidak menginginkan perhiasan dunia. Masa depan memiliki perhitungan dan terdapat kitab amal dan siksa. Keselamatan akan dimiliki oleh orang yang mengikuti Muhammad dan membenarkan risalahnya. Celakalah orang yang menyimpang dari jalan surga dan memilih jalan menuju neraka.”
Khadijah berkata, “Apa yang kau inginkan akan kuberikan padamu.”
Menurut versi sejarah ini, Waraqah pergi menemui Khuwailid untuk mengingatkannya agar tidak menolak Bani Hasyim dan mengkritik tindakannya yang tidak baik. Khuwailid beralasan, “Muhammad tidak memiliki kekayaan, dan kukira Khadijah tidak akan mau.”
Waraqah menjawab kedua alasan Khuwailid itu dan mengajaknya untuk pergi bersama ke rumah Abu Thalib demi menebus kesalahannya selama ini dan mengambil hati Bani Hasyim kembali. Akhirnya, Khuwailid menyerahkan seluruh urusan putrinya kepada Warqah bin Naufal di rumah Abu Thalib dan mengumumkan bahwa ia adalah wakilnya dalam semua urusan Khadijah.
Hamzah, paman nabi tidak puas dengan perwakilan ini dan menetapkan agar perwakilan itu dinyatakan di depan kaum Quraisy. Kemudian mereka bersama-sama datang ke Ka’bah dimana sekelompok orang sudah berkumpul disana seperti Shalat bin Abi Wahab, Hisyam bin Mughirah, Abu Jahal bin Hisyam,Uqbah bin abi Mu’ith, Umayah bin Khalaf dan Abu Sufyan. Di hadapan mereka, Khuwailid juga mengakui perwakilan itu dan memutuskan bahwa esok harinya akan melangsungkan pertunangan resmi.
Imam Shadiq as bersabda: ”Ketika Rasulullah saw ingin menikahi Khadijah, Abu Thalib bersama rombongan Quraisy datang menemui paman Khadijah, Waraqoh bin Naufal. Pertama, Abu Thalib yang mulai berbicara dan berkata: ”Puji syukur kepada Tuhan seluruh alam pemilik rumah ini yang telah menjadikan kami dari golongan Ibrahim al-Khalil dan Ismail serta penghuni rumah-Nya yang penuh keamanan. Dia menjadikan kami sebagai hakim masyarakat dan mencurahkan nikmat-Nya dari tanah suci ini kepada kami. Inilah keponakanku, Muhammad bin Abdillah, orang termulia di kalangan Quraisy dan tidak satupun yang sepadan dan serupa dengannya. Sekalipun ia miskin dan tidak punya harta (tapi harta dan kekayaan adalah teman pengkhianat dan cepat pergi). Ia sangat mencintai Khadijah dan ia juga mencintainya. Kami datang untuk meminangnya. Berapa saja maskawin yang ia relakan kami akan memenuhinya, baik kontan maupun tidak. Ya Allah, saya bersaksi bahwa keponakannku adalah sosok agung dan memiliki masa depan yang jernih, agama serta keyakinan yang suci.”
Abu Thalib mengakhiri pembicarannya dan berakhir pula pertunangan dari pihak lelaki. Paman Khadijah, Waraqoh juga ingin berbicara, namun mulutnya terasa berat dan tidak bisa menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Disaat inilah Khadijah berbicara: Paman, sekalipun engkau pemegang semua urusanku dan saksi kehidupanku namun kali ini aku yang labih berhak maju, lalu ia mengucapkan akad nikah sendiri sebagai berikut:
”Muhammad yang mulia, aku nikahkan diriku untukmu dan maskawin serta biaya perkawinan ini aku ambil dari kakayaanku. Katakanlah kepada pamanmu untuk menyembelih unta, menyiapkan resepsi perkawinan dan masuklah ke rumah istrimu kapan saja engkau mau.”
Abu Thalib memanfaatkan kesempatan yang ada dan berkata: ”Jadilah kalian saksi bahwa Khadijah telah menerima maskawin yang diambil dari hartannya.” Sebagian orang Ouraisy yang hadir di situ, karena merasa iri, dengan suara mengejek berteriak; ”Aneh sekali! Dulu kaum lelaki yang memberi maskawin, tapi sekarang kami lihat orang perempuan yang justru menyerahkan maskawin kepada calon suaminya.” Abu Thalib merasa terpukul dan marah dengan ucapan ini (dia adalah lelaki kharismatik dimana orang ketakutan sewaktu marah) lalu berkata: ”Jika mempelai lelaki seperti keponakanku maka tidak menjadi masalahperempuan yang memberi maskawin yang mahal, akan tetapi jika yang menikah seperti kamu maka memang selayaknya kamu menanggung maskawin yang besar.
Akhirnya, Abu Thalib menyembelih unta dan mengadakan walimah serta menikahkan Nabi saw dengan Khadijah.
(Disarikan dan diterjemahkan dari kitab Doston Izdiwaj Maksumin)

                                                                                                                                           
Read More »

Penakluk Konstantinopel itu Anak Muda

"Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan." [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]


Para Sahabat Rasulullah SAW, tabi’in dan tabi’ut tabi’in terus berusaha membuktikan sabda Rasulullah ini. Mereka berulang kali mengadakan ekspedisi untuk menaklukkan Konstantinopel. Tercatat dari kalangan Sahabat ra. Sayidina Abu Ayyub Al-Anshari ra. yang ketika itu telah berusia lebih 80 tahun ikut berusaha menagih janji Rasul tersebut. Beliau syahid di medan perang dan dimakamkan di dekat tembok benteng Konstantinopel. Dari kalangan tabi’in ada Ibrahim bin Ad-ham rh. yang datang ke sana untuk membuktikan janji Rasulullah dan beliau pun syahid.

Ternyata janji Rasulullah itu baru terbukti 800 tahun kemudian di tangan Sultan Muhammad Al-Fateh dari Dinasti Usmaniyah

Yang menarik dalam penaklukkan Konstantinopel adalah saat Muhammad Al-Fatih sudah habis-habisan berusaha untuk menembus yang hampir saja tidak ada celah untuk bisa menembus tembok yang tidak pernah ditembus selama lebih dari 800 tahun.

Bagaimana Muhammad Al-Fatih menembus dinding Konstantinopel?

Dia mengangkat kapal-kapal menaiki bukit Galata dalam waktu satu malam untuk dapat lolos dari rantai besi dalam perairan tersebut, setelah kapal-kapal terangkat barulah pasukan dari Muhammad Al-Fatih melanjutkan misinya.

Mengangkat kapal-kapal hanya dalam waktu satu malam? Benarkah? Benar, banyak sejarahwan dari barat pun kagum dengan kecerdikan dari Muhammad Al-Fatih ini, seorang pemimpin yang dijanjikan Rasulullah yang akan membebaskan konstantinopel

Tahukah Anda berapa usia Muhammad Al-Fatih Saat itu? 21 Tahun !!
Ya 21 Tahun. Apakah yang bisa Anda lakukan untuk Islam saat berusia 21 tahun?


Wallahu a’lam
Read More »

Jangan Pandang Orang Lain Dengan Sebelah Mata

Banyak hal-hal yang dianggap buruk oleh manusia ternyata adalah hal sebaliknya.
Sungguh Allah Ta'ala memiliki rencana yang terbaik atas apa yang telah Dia ciptakan.

Saat ini sering sekali kita lihat orang memandang seseorang dengan sebelah mata
baik karena Kerjaan, pangkat, harta,fisik,rupa dll.

Mungkin mereka yang berbuat demikian akan berfikir ulang jika tahu tentang kisah-kisah ini.


Mari kita renungi beberapa cerita dimasalalu yang awalnya dianggap buruk ternyata sebaliknya. Dan begitu juga yang kita anggap baik ternyata sebaliknya.

Jangan menilai orang dari rupanya, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat si pendek tak menawan; Julaybib r.a dikejar kejar oleh para bidadari surga.


Berilah kesempatan seseorang untuk berubah, karena seseorang yang hampir membunuh Rasul pun kini terbaring di sebelah makam beliau ; Umar bin Khattab.

Jangan melihat seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang pernah berperang melawan agama Allah-pun akhirnya menjadi pedang-nya Allah ; Khalid bin Walid.

Jangan memandang orang dari status dan hartanya. Karena sepatu emas Fir’aun berada di neraka, sedangkan sandal jepit Bilal bin Rabah terdapat di surga.

"Sungguh Allah subhanahu Ta'ala Maha Pengasih-Maha Penyayang "

Wallahu A’lam.
Read More »

Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban Menurut Syariat

Masih banyak kaum muslimin yang belum mengerti dan memahami tentang tata cara penyembelihan hewan qurban yang sesuai dengan anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa hukum dan adab seputar penyembelihan qurban.



1. Hendaknya yang menyembelih adalah pemilik qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan oleh orang lain, dan pemilik qurban di syariatkan untuk ikut menyaksikan.

2. Hewan qurban dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut:

a. Membaca basmalah ketika hendak menyembelih hewan.
Dasarnya adalah firman Allah : "Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelih". (Al-An'am: 121).

b, Yang menyembeli adalah orang yang berakal. Jika orang gila tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, Karena tidak ada niat dan kehendak pada dirinya.

c. Yang menyembelih harus muslim.

d. Terpancarnya darah.
Dan ini akan terwujud dengan dua ketentuan:

1. Alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi.
Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih.

Diriwayatkan dari Rafi' bin khadij, dari Nabi, beliau bersabda:
"Segala sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah. Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi itu adalah tulang adapun kuku adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah". (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968)

2. Dengan memutus wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokkan. inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan putusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut.

Pada bagian leher hewan ada 4 hal:

1-2. Al-Wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan.
3. Al-Hulqum, Yaitu tempat pernafasan.
4. Al-Mari', yaitu tempat makanan dan minuman.

3. Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah : " Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut." (HR. Al-Bukhari no.5565 dan Muslim no.1966).

juga hadits Aisyah : "Lalu beliau rebahkan kambing tersebut kemudian menyembelihnya".

4. Disunnahkan bertakbir ketika hendak menyembelih qurban,

5. Yang afdhal adalah mendzabh(menyembelih) sapi dan kambing. Adapun unta maka yang afdhal adalah dengan nahr, yaitu disembelih dalam keadaan berdiri dan terikat tangan unta yang sebeleah kiri, lalu ditusuk dibagian wahdah antara pangkal leher dan dada.

Diriwayatkan dari Ziyad bin jubair, dia berkata: Saya pernah melihat Ibnu 'Umar mendatangi seseorang yang menambatkan untanya untuk disembeli dalam keadaan menderum. Beliau berkata : bangkitkan untamu dalam keadaan berdiri dan terikat, (ini) adalah Sunnah Muhammad.
(HR. Al-Bukhari no. 1713 dan Muslim no.1320/358).

Dan Pastikan penyembelihan dilakukan setelah Sholat idhul Adha atau pada hari-hari Tasyriq

Sebarkan!
Read More »

Islam Itu Sempurna

Islam adalah agama yang sempurna tak perlu lagi untuk menambahkan atau mengurangkan walau dengan alasan apapun.



Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 3 yang artinya. "Pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu untukmu"

Rasulullah juga telah menegaskan dalam banyak hadits tentang sempurnanya agama yang di ridhoi Allah Ta'ala ini (Islam) secara jelas

"Tidak tinggal sesuatupun yang mendekatkan (kamu) ke surga dan menjauhkan (kamu) dari neraka, melainkan sesungguhnya telah dijelaskan kepada kamu." (HR. Imam Ath-Thabari dikitabnya Al-Mu'jamul Kabir).

Bahkan ketika orang-orang musyrik dengan nada kesal sambil memperolok,
berkata : "Sesungguhnya Nabi kamu itu mengajarkan kepada kamu segala sesuatu, sampai-sampai buang air besar!" Salman (salah seorang sahabat) menjawab: "Benar!" (HR. Muslim).

MasyaAllah..
Alangkah sempurna dan lengkapnya agama Islam, bahkan untuk buang air sekalipun terdapat tuntunannya.

Saudara ku, Islam itu Sempurna

Sebarkan ! and get reward from ALLAH 
Read More »

Syarat Sah Menjadi Hewan Kurban

Dalam ibadah kurban Syariat telah menentukan waktu, jenis hewan kurban, dan tata cara pelaksanaanya. InsyaAllah jika diterapkan sesuai dengan tuntunan (Al-qur'an dan Sunnah) kurban dianggap sah dan diterima disisi Allah Ta 'ala.


Syarat Sah Menjadi Hewan Kurban
  
*    Hewan kurban yang akan disembelih adalah 100% milik orang yang akan berkurban. 
*    Hewan kurban berasal dari jenis hewan ternak tertentu yaitu unta, sapi, kerbau, kambing dan domba. Selain hewan-hewan ternak tersebut tidak sah untuk disembelih sebagai hewan kurban. 
*    Waktu penyembelihan telah ditentukan, yaitu setelah shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijah hingga sebelum matahari tenggelam pada hari terakhir tasyriq yaitu tanggal 13 Dzulhijah.

*    Telah ditentukan juga usia minimal hewan kurban yaitu, Usia minimal unta, kerbau, sapi dan kambing yang akan disembelih adalah dua tahun atau lebih. Adapun usia minimal domba yang akan disembelih adalah satu tahun atau lebih.
Sesuai dengan hadits shahih:
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Janganlah kalian menyembelih hewan kurban kecuali yang telah berusia dua tahun atau lebih, kecuali jika kalian mengalami kesulitan, maka kalian boleh menyembelih domba berusia satu tahun lebih.” (HR. Muslim no. 1963, Abu Daud no. 2797, Ibnu Majah no. 3141 dan Ahmad no. 14348)
Hewan kurban tidak boleh mengalami empat kecacatan.

1.     Hewan bermata juling.
2.     Hewan sakit.
3.     Hewan pincang.
4.     Hewan kurus

Empat kecacatan pada hewan yang tidak boleh di kurbankan dijelaskan dalam hadits shahih.


Dari Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Empat cacat yang tidak boleh ada pada hewan kurban; hewan bermata juling yang sangat jelas julingnya, hewan sakit yang sangat jelas sakitnya, hewan pincang yang sangat jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak memiliki daging otak.” (HR. Abu Daud no. 2802, Tirmidzi no. 1479, An-Nasai no. 4369, Ibnu Majah no. 3144, Ahmad no. 18667, dan Al-Baihaqi no. 19099).

wanna get reward from ALLAH??
Sebarkan!
Read More »

Inilah busana yang pantas untuk seorang muslimah sejati

Sebagai seorang muslimah sejati sudah sepantasnya menggunakan busana sesuai syar'iah menurut Al-qur'an dan sunnah.

Coba cek kembali apakah busana yang anda kenakan selama ini sudah sesuai dengan tuntunan?
Jika belum, ikutilah tuntunan ini yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya.



­­Telah menceritakan kepada kami [Ya'qub bin Ka'b Al Anthaki] dan [Muammal Ibnul Fadhl Al Harrani] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Al Walid] dari [Sa'id bin Basyir] dari [Qatadah] dari [Khalid] berkata; Ya'qub bin Duraik berkata dari ['Aisyah radliallahu 'anha], bahwa Asma binti Abu Bakr masuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengenakan kain yang tipis, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun berpaling darinya. Beliau bersabda: "Wahai Asma`, sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini -beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya 
[Hadits Imam Abu Daud Nomor 3580]

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (QS : An-Nur:31).

“Dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya), mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala mereka seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian.”
[HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421]

"Ya Rasulullah, bagaimana perempuan akan berbuat kain-kain mereka yang sebelah bawah?"
Sabda Rasulullah S.A.W : "Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi keatasnya"
[Imam Tarmizi dan Nasa'i, dari Ummu Salamah r.a.]



"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. Al Ahzab : 59]

Share ke semua orang 
dan raih amal yang tak terputus-putus (Ilmu yang bermanfaat).

Read More »

Analogi Permen Kojek

Begini kronologisnya. . .

Sore itu Bunga(nama samaran) duduk disebuah taman sedang menunggu jemputan seseorang untuk pulang kerumah sepulang kerja. sembari menunggu jemputan Bunga menikmati alunan musik melalui earphone yang terpasang pada telinganya. Sakin asyiknya Dia tidak sadar kalau disampingnya ada seorang anak perempuan (9) yang tertarik dan memperhatikan karena anggukan
kepalanya.




Anak perempuan : "kak, kak (sambil memukul-mukul bahu Bunga) kepala kakak kenapa goyang                                        goyang seperti itu?"

Bunga : "Eh, ada adik manis. iya nih kakak lagi dengarin musik lewat earphone. musiknya enak                        banget dan karena ke asyikan kakak goyang-goyangin kepala gitu dik"

Anak perempuan : "ouh, gitu ya kak? emang se asyik apa sih kak?"

Bunga : "Asyik banget..!! adik mau dengarin juga?"
             "Tapi kamu pakai hijab. harus dibuka dulu dong biar kakak bisa pasang earphone ke telinga                   adik".

Anak perempuan : "Jangan kak..!! jangan..!! tida usah..!!!"

Bunga : "Loh.. Kenapa?"

adik manis mengalihkan pembicaraan

Anak perempuan : "Aku mau permen kojek aja deh kak" (merayu bunga sembari melirik penjual                                         makanan ringan yang berada di depan taman).

Bunga : "Hmm, Ok deh. karena kakak baru dapat rezeki lebih boleh lah".
               "Beli 2 ya, buat kakak satu. nih uangnya".

2 menit kemudian adik manis kembali ketaman membawa 2 tangkai permen kojek.

Anak perempuan : "ini kak, permen buat kakak dan yang ini buat aku".

Bunga : "Loh, kok kotor begini??" (bingung)

Anak perempuan : "Iya kak, jadi gini waktu jalan kembali ketaman aku bukak bungkus 1 tangkai                                        permen kojeknya, kemudian aku tersandung batu, terus aku jatuh deh, permennya                                juga ikut jatuh kak."

Bunga : "Tapi ini kan sudah kotor, mana mungkin ini buat kakak, kakak yang itu aja deh?" (yang masih               terbalut oleh bungkus)

Anak perempuan : "Nah, itulah kak kenapa aku tidak mau buka hijab ini.
                               karena seperti permen ini, orang-orang yang cerdas pasti memilih permen yang                                    masih terbungkus daripada yang sudah terbuka ini".
Anak perempuan : "Contohnya kakak, kakak gak mau kan aku kasih permen yang kotor karena                                            bungkusnya sudah terbuka?".

Bunga : "Hmm, iya sih" (sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal)

Ayuk Share keteman-teman. 



Read More »