Namun terkadang ada saja kejadian yang membuat seorang hamba tidak lagi mampu menahan diri, sehingga ia mengungkapkan amarahnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika seseorang marah ketika sedang berpuasa (terutama di bulan Ramadhan)? Apakah kemarahan seseorang dapat membatalkan puasa? Untuk menjawabnya mari kita simak uraian berikut.
فالصائم إذا غضب وتشاجر مع بعض الناس فصومه صحيح ولا إعادة عليه سواء كان ظالما أو مظلوما ومبطلات الصيام. لكن ينبغي للصائم الاتصاف بالحلم والبعد عن الغضب والمشاجرة مع الناس بل يحلم عمن جهل عليه ولا يرد على السِّباب
“Orang yang berpuasa apabila marah atau bertengkar dengan orang lain puasanya tetap sah dan ia tidak mengulangi (mengganti) puasanya (di hari yang lain), baik ia bertindak sebagai pelaku yg zalim atau dalam posisi dizalimi. Namun orang yang berpuasa semestinya berlaku lemah lembut dan menjauhi (hal-hal) yang (menyebabkan) kemarahan dan pertengkaran dengan orang lain, bahkan berlaku lemah lembut terhadap orang yang tidak tahu (bahwa dirinya puasa) dan tidak membalas celaannya.”
Meskipun puasa orang yang marah tidak batal, namun sudah selayaknya ia mampu menjaga diri dari hal-hal yang menjadi penyebab datangnya marah dan pertengkaran. Sebab hal ini -dikhawatirkan- dapat mengurangi pahala puasa, baik puasa sunnah maupun wajib. Rasulallah saw bersabda:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ia dicela oleh seseorang atau diajak berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan ‘Aku sedang puasa’ (H.R. al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).”
Selain itu, orang yang mampu menahan marah memiliki keutamaan dan keunggulan tersendiri. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits:
“Dari Sahl bin Mu’adz, dari bapaknya, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Siapa yang dapat menahan marahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat sehingga orang itu memilih bidadari cantik sesuka hatinya [H.R. Abu Dawud (4777), at-Tirmidzi (2021, 2493), Ahmad (15637), dan Ibnu Majah (4186). Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ ash-Shaghir (6522)].”
Dalam riwayat yang lain, Rasulallah saw bersabda:
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Orang yang kuat bukanlah ia yang pandai bergulat. Namun orang yang kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).”
Orang yang mampu menguasai syahwat dan amarahnya -hingga seolah-olah ia (mampu) mengalahkannya- lebih berhak untuk mendapat pujian, baik secara syar’i maupun hakiki dari pada orang yang mampu mengalahkan manusia. Sebab hal itu (mampu mengendalikan syahwat dan amarah) adalah tanda bagusnya akhlak dan sempurnanya akal dan ketakwaan (Mathali’ al-Anwar ‘Ala Shihaah al-Atsar, IV: 274).”
Sebagai umat yang mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulallah saw, sudah sepatutnya kita berusaha dengan maksimal untuk menerapkan petuah dan nasihat beliau yang termaktub dalam Sunnahnya, termasuk dalam hal menahan amarah. Bahkan Allah mensifati orang yang mampu menahan amarahnya sebagai golongan muhsinin (lihat Q.S. Ali Imran, II: 134).
Selain itu, orang yang mampu menahan marah memiliki keutamaan dan keunggulan tersendiri. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits:
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ الْحُورِ شَاءَ
“Dari Sahl bin Mu’adz, dari bapaknya, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Siapa yang dapat menahan marahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat sehingga orang itu memilih bidadari cantik sesuka hatinya [H.R. Abu Dawud (4777), at-Tirmidzi (2021, 2493), Ahmad (15637), dan Ibnu Majah (4186). Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ ash-Shaghir (6522)].”
Dalam riwayat yang lain, Rasulallah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulallah saw bersabda: ‘Orang yang kuat bukanlah ia yang pandai bergulat. Namun orang yang kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).”
Orang yang mampu menguasai syahwat dan amarahnya -hingga seolah-olah ia (mampu) mengalahkannya- lebih berhak untuk mendapat pujian, baik secara syar’i maupun hakiki dari pada orang yang mampu mengalahkan manusia. Sebab hal itu (mampu mengendalikan syahwat dan amarah) adalah tanda bagusnya akhlak dan sempurnanya akal dan ketakwaan (Mathali’ al-Anwar ‘Ala Shihaah al-Atsar, IV: 274).”
Sebagai umat yang mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulallah saw, sudah sepatutnya kita berusaha dengan maksimal untuk menerapkan petuah dan nasihat beliau yang termaktub dalam Sunnahnya, termasuk dalam hal menahan amarah. Bahkan Allah mensifati orang yang mampu menahan amarahnya sebagai golongan muhsinin (lihat Q.S. Ali Imran, II: 134).
Oleh karena itu, sebelum amarah terjadi, ada baiknya kita menghindari hal-hal yang menjadi penyebab datangnya amarah, terutama bagi orang yang sedang melaksanakan puasa, baik sunnah maupun wajib. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.
0 komentar:
Post a Comment