Tetapi adakalanya seseorang mengalami mimpi basah hingga mengeluarkan mani di siang hari saat berpuasa. Lantas apakah orang yang mengalami hal ini wajib mengqadla puasanya di hari yang lain? Berikut paparan singkatnya.
Allah swt berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
“Allah tidak membebani suatu jiwa pun kecuali (sesuai) dengan kemampuannya. Ia memperoleh (pahala) apa yang ia usahakan dan juga mendapat (balasan) dari perbuatan yang ia lakukan [Q.S. al-Baqarah (2): 286].”
Berdasarkan kaidah yang disandarkan pada ayat di atas, para ulama bersepakat bahwa orang yang mimpi basah ketika puasa tidak ada kewajiban untuk mengganti puasanya di hari yang lain. Sebab mimpi basah adalah perkara yang berada diluar jangakauannya (amrun kharijiy) dan seseorang tidak mendapatkan beban atas perkara yang tidak mampu ia kendalikan.
Sehingga jika ia mimpi basah dan mengakhirkan mandi junub hingga mendekati shalat Zuhur, maka hal itu tidak mengapa. Pun demikian halnya jika ia mimpi basah kemudian mengakhirkan mandi junub hingga mendekati waktu shalat Ashar. Adapun jika ia hanya bermimpi dan tidak sampai mengeluarkan mani, maka tidak ada kewajiban mandi junub baginya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulallah saw:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
Adapun bagi pasangan suami istri yang melakukan hubungan intim di malam hari bulan Ramadhan, mereka boleh mengakhirkan mandi junub hingga masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan riwayat:
وحَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ أَبَاهُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَ مَرْوَانَ أَنَّ عَائِشَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ أَخْبَرَتَاهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Abu al-Yaman telah menceritakan kepada kami, Syu’aib telah menceritakan kepada kami, dari az-Zuhri ia berkata; Abu Bakar bin ‘Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam telah menceritakan kepadaku bahwa ayahnya, ‘Abdurrahman telah mengabarkan kepada Marwan, bahwa ‘Aisyah dan Ummu Salamah ra memberitahukan kepadanya, bahwa Rasulallah saw pernah masuk waktu fajar (subuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya. Kemudian beliau saw mandi dan tetap berpuasa (H.R. al-Bukhari no. 1926).”
Riwayat dari ‘Aisyah ra menyatakan:
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَأَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قَدْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Dari ‘Urwah bin Zubair dan Abu Bakar bin ‘Abdurrahman, bahwa ‘Aisyah, istri Rasulallah saw berkata: ‘Rasulallah saw pernah mendapati waktu fajar (subuh) di bulan Ramadhan dalam keadaan junub, bukan karena mimpi (basah). Kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa (H.R. Muslim no. 1109).”
Berkaitan dengan hal ini, kaum laki-laki wajib menyegerakan mandi junubnya agar dapat mengikuti shalat subuh secara berjama’ah di masjid. Pun demikian dengan kaum perempuan, meskipun mereka dibolehkan untuk tidak menghadiri shalat wajib di masjid supaya kewajiban shalat dapat ditunaikan di awal waktu.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
0 komentar:
Post a Comment